Beranda > Bait 506-507 > Pengertian Tabi’ Na’at Man’ut dan Faidahnya » Alfiyah Bait 506-507

Pengertian Tabi’ Na’at Man’ut dan Faidahnya » Alfiyah Bait 506-507

–·•Ο•·–

النعت

BAB NA’AT

يَتْبَعُ فِي الإعْرَابِ الأسْمَاء الأوَلْ  ¤ نَعْتٌ وَتوْكِيدٌ وَعَطْفٌ وَبَدَلْ

Mengikuti Isim awal di dalam I’robnya, yaitu: Na’at, Taukid, ‘Athaf dan Badal. 

فَالنَّعْتُ تَابعٌ مُتِمٌّ مَا سَبَقْ  ¤ بِوَسْمِهِ أوْ وَسْمِ مَا بِهِ اعْتَلَقْ

Adapun Na’at adalah Tabi’ penyempurna lafazh sebelumnya dengan sebab menyifatinya (Na’at Haqiqi) atau menyifati lafazh hubungannya (Na’at Sababi). 

–·•Ο•·–

TABI’ / TAWABI

Pengertian Tabi’ (yang mengikuti) : adalah Isim yang bersekutu dengan lafazh sebelumnya di dalam i’robnya secara mutlak.

Penjelasan Definisi: Lafazh sebelumnya disebut Matbu’ (yang diikuti). Di dalam i’robnya secara mutlak dimaksudkan untuk semua keadaan i’rob Rofa’, Nashob dan Jar. Contoh:

جاء الرجلُ المهذبُ

JAA’A AR-ROJULU AL-MUHADZDZABU = Laki-laki yang baik itu telah datang

رأيت الرجلَ المهذبَ

RO’AITU AR-ROJULA AL-MUHADZDZABA = Aku melihat laki-laki yang baik itu

سلمت على الرجلِ المهذبِ

SALLAMTU ‘ALAA AR-ROJULI AL-MUHADZDZABI = Aku memberi salam pada laki-laki yang baik itu

Pada tiga contoh diatas, lafazh AL-MUHADZDZAB (Tabi’) mengikuti lafazh AR-ROJUL (Matbu’) di dalam tiga bentuk i’robnya masing-masing.

Keluar dari definisi Tabi’ adalah Khobar dari Mubtada’ dan Haal dari Isim Manshub.

Contoh Khobar dari Mubtada’ :

الدنيا متاع

AD-DUNYA MATAA’UN = Dunia itu perhiasan.

Contoh Haal dari Isim Manshub :

لا تشرب الماء كدراً

LAA TASYROB! AL-MAA’A KADIRON = jangan kamu minum air dalam keadaan keruh!

Dua lafazh Khabar dan Haal pada contoh diatas tidak disebut Tabi’ karena tidak bersekutu dengan lafazh sebelumnya secara mutlak pada semua keadaan i’robnya, namun hanya pada sebagian keadaan i’rob saja.

Isim-isim Tabi’ atau dijamak Tawabi’ menurut pokoknya ada empat: Na’at, Taukid, ‘Athaf dan Badal. InsyaAllah akan dijelaskan nanti secara rinci untuk semua bentuk-bentuk tawabi’ pada bab-bab selanjutnya.

Menurut yang masyhur : Matbu’ tidak boleh diakhirkan dari Tabi’nya yakni dengan sebab mengedepankan Tabi’nya, demikian mafhum dari perkataan Mushannif pada Bait diatas “AL-ASMAA’IL-AWWALI”.

NA’AT

Pengertian Na’at : adalah Isim Tabi’ sebagai penyempurna bagi lafazh Matbu’nya dengan memberi penjelasan sifat diantara sifat-sifat Matbu’ atau diantara sifat-sifat lafazh yang berta’alluq pada Matbu’.

Penjelasan definisi: Tabi’ adalah nama jenis yang mencakup semua Tabi. Sebagai penyampurna matbu’ dengan sebab menjelaskan sifatnya, untuk membedakan dengan bentuk-bentuk tabi’ lain yang tidak menunjukan sifat Matbu’ ataupun sifat yang berta’alluq pada Matbu’. Dengan demikian Na’at harus berupa Isim Musytaq untuk melaksanakan penunjukan suatu makna sekaligus si empunya makna.

Diambil dari definisi Na’at tersebut, maka Na’at terbagi dua macam:

1. Na’at Hakiki:

Adalah Na’at yang menunjukkan sifat bagi Isim sebelumnya. Contoh:

أقمت في المنزل الفسيح

AQIMTU FIL-MANZILIL-FASIIHI = saya tinggal di rumah yang luas

Lafazh AL-FASIIHI = Na’at Hakiki yang menunjukkan sifat bagi Isim yang ada sebelumnya (AL-MANZILI). Dan disebut Na’at Kakiki karena yang punya sifat AL-FASIIHI (luas) hakikatnya adalah Man’ut sendiri yaitu lafazh AL-MANZILI (tempat tinggal/rumah).

Ciri-ciri Na’at Haqiqi adalah: menyimpan dhamir mustatir yang merujuk pada Man’ut.

2. Na’at Sababi

Adalah Na’at yang menunjukkan sifat bagi Isim yang mempunyai irthibat/ikatan dengan Matbu’. Contoh:

أقمت في المنزل الفسيح فناؤه

AQIMTU FIL-MANZILIL-FASIIHI FINAA’U HUU = saya tinggal di rumah yang luas halamannya

Lafazh AL-FASIIHI disebut Na’at, akan tetapi bukanlah Na’at bagi lafazh Matbu’ AL-MANZILI, karena AL-FASIIHI bukan sifat bagi AL-MANZILI. Hanya saja sifat tersebut diperuntukan bagi Isim yang mempunyai ikatan dengan Isim Matbu’ yaitu lafazh FANAA’U HUU/halamannya. Oleh karena itu disebut Na’at Sababi.

AL-FASIIHI = Na’at, majrur dengan tanda jar kasroh. FANAA’U = Fa’ilnya, dirofa’kan oleh sifat dengan tanda rofa’ dhammah. HUU = Mudhaf Ilaih, Dhamir Bariz Muttashil yang merujuk pada Matbu’ sebagai robit/pengikat antara isim zhahir dan matbu’.

Ciri-ciri Na’at Sababi: yakni setelah Na’at didatangkannya Isim Zhahir yang dirofa’kan oleh Na’at dan mencakup ada dhamir yang kembali pada Man’ut.

Faidah-faidah Na’at sebagai penyempurna faidah lafaz sebelumnya, yang masyhur adalah sebagai berikut :

1. Faidah IDHAH (menjadikan jelas) apabila Man’utnya berupa Isim Ma’rifah.

Yakni: menghilangkan isytirok lafzhiy (persekutuan lafazh) di dalam lafazh Isim ma’rifah, dan menghilangkan ihtimal ma’nawiy (kemungkinan makna) yang mengarah kepada makna Isim ma’rifah. Contoh:

حضر خالد التاجر

HADHARA KHAALIDUN AT-TAAJIRU = Khalid yang pedagang itu telah hadir.

2. Faidah TAKHSHISH (penghususan) apabila Man’utnya berupa isim Nakirah.

Yakni: mengurangi Isytirok makna di dalam makna isim nakirah dan mempersempit bilangan jumlah yang mencakupinya. Contoh:

جاء رجل واعظ

JAA’A ROJULUN WAA’IZHUN = seorang lelaki penasehat telah datang.

3. Faidah MUJARRODUL-MADAH (pujian khusus). Contoh:

رضي الله عن عمرَ بنِ الخطابِ الشاملِ عدلُه الرحيمِ قلبُه

RODHIYALLAAHU ‘AN UMAROBNIL-KHOTHTHOOBI ASY-SYAAMILI ‘ADLUHUU AR-ROHIIMI QOLBUHUU = semoga Allah memberi Rahmat pada Umar bin Khaththab yang keadilannya luas dan hatinya penuh kasih .

4. Faidah MUJARRODUDZ-DZAMM (celaan khusus). Contoh:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

A’UUDZU BILLAAHI MINASY-SYAITHOONIR-ROJIIMI = aku berlindung kepada Allah dari Syetan yang terkutuk.

5. Faidah TAROHHUM (menaruh belas kasih). Contoh:

اللهم ارحم عبدك المسكين

ALLAHUMMA IRHAM ‘ABDAKA AL-MISKIINA = ya.. Allah, kasihanilah hambaMu yang miskin.

6. Faidah TAUKID (pengokohan). Contoh dalam Ayat Al-Qur’an:

فإذا نفخ في الصور نفخة واحدة

FA IDZAA NUFIKHO FISH-SHUURI NAFKHOTUN WAAHIDATUN = Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup (QS. Al-haaqqah:13)

Lafazh WAAHIDATUN = Na’at yang berfaidah sebagai Taukid, sebab makna wahidah sudah dimafhumi dari Man’ut lafazh NAFKHOTUN yang berupa Isim Murroh.

فاسلك فيها من كل زوجين اثنين

FASLUK FIIHAA MIN KULLIN ZAUJAINI ITSNAINI = maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis) (QS. Al-Mu’minun:27)

Lafazh ITSNAINI = Na’at yg berfaidah sebagai Taukid, dari lafazh man’ut ZAUJAINI.

  1. 15 Februari 2012 pukul 19:30

    sukran jazakallah kkhairo

  2. surjana
    18 Februari 2012 pukul 15:15

    betapa afdholnya bila setiap bab disertai dengan latihan-latihan supaya tertanam dalam-dalam

  3. abu Zakaria
    26 September 2012 pukul 22:05

    jazakalloh khoir atas info nya…izin Copas

  4. Anonim
    13 Desember 2012 pukul 13:48

    sukran jazakallah kkhairo

  5. 6 Juni 2013 pukul 12:50

    I constantly emailed this website post page to all my contacts, as if like to read it then
    my links will too.

  6. 7 Juli 2013 pukul 20:01

    I don’t know whether it’s just me or if perhaps everybody else encountering problems with your blog.
    It appears like some of the text on your content are
    running off the screen. Can someone else please comment and let me know if this is happening to
    them too? This could be a issue with my web browser because I’ve had this happen before. Appreciate it

  7. 11 Juli 2013 pukul 08:03

    What’s up to all, since I am in fact keen of reading this web site’s post
    to be updated regularly. It consists of fastidious material.

  8. 10 Januari 2014 pukul 10:12

    terima kasih ilmunya, terbantu cari tugas…. Izin copas ya… 🙂

  9. Alkoylany
    28 Januari 2014 pukul 21:33

    S

  10. Dana W Pamungkas
    31 Agustus 2015 pukul 14:52

    betapa afdholnya bila setiap bab disertai dengan latihan-latihan supaya tertanam dalam-dalam

  11. Dana Wulan Pamungkas
    31 Agustus 2015 pukul 14:54

    tapi terima kasih juga atas informasi tentang nahwunya

  12. Anonim
    2 Oktober 2016 pukul 08:32

    trimaksih banyak atas ilmu nya semoga bermanfaat bagi semuanya

  1. 16 November 2012 pukul 13:08

Tinggalkan komentar