Arsip

Archive for the ‘Bait 467’ Category

Pengertian Sifat Musyabbahah, Sifat yang diserupakan Isim Fa’il » Alfiyah Bait 467

26 Januari 2012 5 komentar
–·•Ο•·–

الصِّفَةُ المُشَبَّهَةُ بِاسْمِ الْفَاعِلِ

Bab Sifat yang diserupakan dengan Isim Fa’il (Sifat Musyabbahah)

صِفَةٌ اسْتًحْسِنَ جَرُّ فَاعِلِ ¤ مَعْنىً بِهَا المُشْبِهَةُ اسْمَ الْفَاعِلِ

Ciri sifat yang menyerupai Isim Fa’il (as-Shifat al-Musyabbahat) adalah sifat yang dianggap benar dengan menjarkan subjek Fa’il dalam maknanya 


–·•Ο•·–

Merupakan Bab yang keempat dari deretan Isim-Isim yang beramal seperti Fi’ilnya. Telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya yaitu Mashdar, Isim Mashdar, Isim Fa’il, Shighat Mubalaghah dan Isim Maf’ul. Dan sekarang adalah Shifah Musyabbahah.

Pengertian Shifat Musyabbahat: yaitu sifat yang dibentuk dari Masdar Tsulati Lazim, sebagai penunjukan suatu makna yang menetap pada Maushuf secara tetap.

Contoh:

الصبي فَطِنٌ

ASH-SHOBIYYU FATHINUN = anak itu cerdas

Lafazh FATHINUN adalah shifat Musyabbahah yang diambil dari Mashdar Fi’il Tsulatsi Lazim FATHINA sebagai penunjukan makna FATHAANAH kecerdasan yang menempati pada Maushuf lafazh SHOBIYYUN secara tetap sepanjang waktu bukan sekali-kali.

Berbeda dengan Isim Fa’il yang menjukkan sifat ‘aridhi sekali-kali pada waktu tertentu. contoh:

خالد قائم

KHAALIDUN QAAIMUN = Khalid adalah yang berdiri

Lafazh QAAIMUN disebut Isim Fa’il yaitu sifat yang ‘aridhi tidak tetap sekali-kali orang yang berdiri itu duduk.

Disebutkan oleh Mushannif bahwa tanda-tanda sifat Musyabahat adalah dibenarkannya mengidhafahkan Sifat kepada lafazh yang menjadi Fa’ilnya dalam makna, dan mengamal Jar kepadanya. Contoh:

الحسن الخلق محبوب

AL-HASANUL-KHULUQI MAHBUUBUN = seorang yang baik akhlaknya disenangi.

Asal kalimat adalah:

الحسن خلقه محبوب

AL-HASANU KHULUQUHUU MAHBUUBUN

lafazh KHULUQU dirofa’kan sebagai Fa’il dari lafazh AL-HASANU.

oOo

Sedangkan Isim Fa’il dilarang dimudhafkan kepada Fa’ilnya. contoh tidak benar mengatakan:

خالد ضارب الأب عمرا

KHAALIDUN DHAARIBUL-ABI ‘AMRAN = Khalid yang ayahnya memukul kepada Amar.

dengan maksud lafazh AL-ABU menjadi subjek atau Fa’il dari lafazh DHAARIBU, sebab ada wahem/anggapan mudhaf kepada Maf’ulnya. Karena asal kalimat adalah:

خالد ضارب أباه

KHAALIDUN DHAARIBUN ABAAHU = Khalid yang memukul ayahnya.

Contoh kalimat diatas menetapkan bahwa ayah yang dipukul, bukannya Ayah yang memukul. Maka tidak boleh susunan idhafah demikian karena mengakibatkan terjadinya Lubs/kesamaran.

Akan tetapi apabila Isim Fa’il tersebut dibentuk dari Fi’il Tsulatsi Lazim dan menunjukkan ketetapan sifat, maka boleh mengidhofahkannya kepada Fa’ilnya karena sifat yang demikian juga disebut SHIFAH MUSYABBAHAH, contoh:

طاهر القلب مستريح

THAAHURUL-QALBI MUSTARIIHUN = seorang yang suci hatinya adalah seorang yang tenang.

Dan apabila Isim Fa’il tersebut dibentuk dari Fi’il Tsulatsi Muta’addi satu Maf’ul, maka boleh mudhaf pada Fa’ilnya dengan syarat ada qarinah yang mencegah terjadinya lubsun atau keserupaan terhadap mudhaf pada Maf’ulnya, contoh:

محمد راحم الأبناء

MUHAMMADUN RAAHIMUL-ABNAA’I = Muhammad yang anak-anaknya bersifat belas kasih.

Lafazh RAAHIMU dimudhafkan kepada Fa’ilnya lafazh ABNAA’I.
Dimaksudkan adalah bahwa anak-anak keturunan Muhammad mereka panyayang sesama manusia. Biasanya ungkapan sifat seperti pada contoh diucapkan sebagai sanjungan kepada kebaikan keturunan seseorang, atau sebagai jawaban bagi yang mengatakan bahwa keturunannya tidak baik.