Arsip

Posts Tagged ‘Fi’il Mudhari’’

Fi’il Mudhari’ Manshub sebab Amil Nawashib LAN, KAY, AN (لن كي أن) » Alfiyah bait 677-678

13 April 2012 26 komentar
–·•Ο•·–

وَبِلَنْ انْصِبْهُ وَكَيْ كَذَا بِأَنْ ¤ لا بَعْدَ عِلْمٍ وَالّتِي مِنْ بَعْدِ ظَنِ

Nashabkanlah terhadap Fi’il Mudhari’ sebab dimasuki Lan atau Kay, atau juga dimasuki AN yg tidak berada setelah Ilm (Fi’il makna yaqin). Adapun An yg berada setelah Zhann (Fi’il makna sangkaan)… <lanjut bait seterusnya> 

فَانْصِبْ بِهَا وَالرَّفْعَ صَحِّحْ وَاعْتَقِدْ ¤ تَخْفِيفَهَا مِنْ أنَّ فَهْوَ مُطَّرِدْ

maka bolehlah menashabkannya atau lebih baik tetap merofa’kannya. Dan nyatakanlah (bahwa AN yg tetap merofa’kan Fi’il Mudhari’ tsb) sebagai Takhfif dari ANNA, demikian ini yg “Muththarid” (yg banyak ditemukan dalam Kalam Arab). 

–·•Ο•·–

Menerangkan bagian kedua dari keadaan I’rob Fi’il Mudhari’, yaitu Fi’il Mudhari’ Manshub/dinashabkan sebab dimasuki oleh salah satu Amil dari Amil-amil Nawashib yang berupa :

1. LAN Nafi Mustaqbal.
2. KAY Mashdariyah.
3. AN Mashdariyah.
4. IDZAN Mashdariyah. (dijelaskan pada bait selanjutnya)

1. LAN (tidak akan)

Adalah huruf Nafi Mustaqbal berfungsi meniadakan peristiwa/pekerjaan akan datang, yakni apabila masuk pada Fi’il Mudhari’ maka tertentu pada zaman Istiqbal (akan datang).

Contoh Ayat dalam Al-Qur’an :

قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى

Qooluu LAN NABROHA ‘alaihi ‘aakifiina hattaa yarji’u ilainaa muusaa = ” Mereka menjawab: “Kami AKAN TETAP menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami.” (QS. Thoha : 91)

I’rob

Lafazh LAN NABROHA (artinya: tidak akan berhenti / akan tetap):
LAN = huruf Nafi Istiqbal dan Amil Nashab.
NABROHA = Fi’il Mudhari Manshub, tanda nashabnya Fathah zhahir. Termasuk dari saudara Kaana. Isimnya berupa dhamir mustatir wujuban takdirnya “Nahnu”, dan khobarnya adalah lafazh “Aakifiina”.

Terkadang pada LAN tsb dimasuki Hamzah Istifham yg berfaidah Ingkar, contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

أَلَنْ يَكْفِيَكُمْ أَنْ يُمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلَاثَةِ آلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُنْزَلِينَ

ALAN YAKFIYAKUM an yumiddakum robbukum bi tsalaatsati aalaafin minal-malaa’ikati munzaliin = “APAKAH TIDAK CUKUP BAGI KAMU Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” (QS. Ali Imran : 124).

I’rob :

LAN = Huruf Nafi, dan Amil Nashob.
YAKFIYA = Fi’il Mudhari’ Manshub.
KUM = Huruf “Kaf” Dhamir Muttashil mahal Nashab menjadi Maf’ul Bih, huruf “Mim” tanda jamak.
AN YUMIDDAKUM = ta’wil mashdar mahal rofa’ manjadi Faa’il.

2. KAY (supaya)

Termasuk dari huruf Mashdariyah, tanda Kay Masdariyah disini adalah diawali dengan Lam Ta’lil (lam yg berfungsi sebagai penjelasan/alasan/agar), contoh:

تعلم لكي تفيدَ وتستفيدَ

TA’ALLAM LIKAY TAFIIDA WA TASTAFIIDA = belajarlah agar supaya kamu dapat memberi manfa’at dan mengambil manfaat.

Contoh Ayat dalam Alqur’an :

لِكَيْلَا تَأْسَوْا

LIKAYLAA TA’SAW = agar supaya kamu jangan berduka cita (QS. Al-hadiid 23)

I’rob :

LIKAYLAA = LI huruf jar, KAY huruf mashdariyah dan amil nawashib, LAA huruf Nafi.
TA’SAW = Fi’il Mudhari’ Manshub sebab dimasuki KAY, tanda nashabnya dengan membuang Nun karena termasuk dari Af’alul Khomasa/Fi’il yg Lima. Waw adalah dhamir jamak muttashil marfu’ manjadi Faa’il. Jumlah KAY berikut kalimat sesudahnya adalah jumlah takwil mashdar majrur sebab huruf jar LI. Takdirannya “LI ‘ADAMI ASAAKUM”

Berbeda dengan KAY Ta’liliyah sebagai Amil Jarr bukan sebagai Amil Nashab, dimana telah dijelaskan keterangannya pada Bab Huruf-huruf Jar, yakni Fi’il Mudhari’ yg nashab setelah KAY ta’liliyah tsb sebenarnya dinashabkan oleh AN yg disimpan ataupun yg dizhahirkan. Tanda-tanda KAY Ta’liliyah adalah apabila setelahnya ada AN atau Lam-nya yg diakhirkan.

Contoh mengakhirkan Lam :

جئت كي لأتعلم

JI’TU KAY LI ATA’ALLAMA = aku datang untuk belajar

Contoh setelahnya ada AN :

جئت كي أن أتعلمَ

JI’TU KAY AN ATA’ALLAMA = aku datang untuk belajar

Apabila sebelum KAY tidak ada Lam atau setelahnya tidak ada AN, maka boleh sebagai KAY Mashdariyah dengan pertimbangan mentakdir Lam di sebelumnya, atau boleh dijadikan sebagai KAY Ta’liliyah dengan mentakdir AN di sesudahnya.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ

FARODADNAAHU ILAA UMMIHII KAY TAQORRO ‘AINUHAA WALAA TAHZANA = Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita (QS. Al-Qashash 13)

I’rob :
KAY TAQORRO = KAY: boleh sebagai Kay Mashdariyah atau Kay Ta’liliyah. TAQORRO: Fi’il Mudhari’ boleh dinashabkan oleh Kay Mashdariyah. Atau boleh dinashobkan oleh AN yg ditakdir, susunan AN+Fi’il Mudhari disini adalah Takwil mashdar dijarkan oleh KAY Ta’liliyah.

Apabila sebelum KAY ada Lam atau setelahnya ada AN, maka boleh juga sebagai KAY Mashdariyah yg menashabkan Fiil Mudhari dan AN sebagai Taukid, atau yg lebih baik dijadikan sebagai KAY Ta’liliyah sebagai taukid bagi Lam sebelumnya, dan yg menashabkan Fi’il Mudhari’ tsb adalah AN.

3. AN

Adalah huruf Mashdariyah. Termasuk Amil Nashab yg paling kuat, sebab dapat beramal baik secara Zhahir maupun Taqdir. Juga Amil Nashab yg paling banyak ditemukan di dalam Al-Qur’an. Konsepsi dari AN Masdariyah ini adalah : bahwa AN berikut Shilahnya ditakwil mashdar yg menempati posisi I’rob pada susunan kalam, seperti contoh:

الغيبة أن تذكر أخاك بما يكره

Al-ghiibatu AN TADZKURO akhooka bimaa yukrohu = Ghibah adalah menyebut perilah saudaramu dengan suatu yg dibenci.

I’rob:
AN = huruf masydariyah dan amil nashab
TADZKURO = fiil mudhari manshub.
AN + TADZKURO = takwil mashdar dalam posisi menjadi khobar, takdirannya adalah :

الغيبة ذكرك أخاك بما يكره

Al-Ghiibatu DZIKRUKA akhooka bimaa yukrohu.

Perlu juga diketahui perihal tiga keadaan pada lafazh AN yg dalam hal ini:

1. AN yg diawali dengan Kalimah yg menunjukkan makna yaqin, semisal ALIMA dkk. AN disini disebut AN mukhaffafah dari ANNA yg termasuk dari amil nawasikh menashabkan isimnya dan merofa’kan khobarnya. Maka AN dalam hal ini mempunyai tiga hukum

  • Isimnya berupa Dhamir Syaen yg terbuang.
  • Fi’il Mudhari’ yg ada setelahnya tetap Rofa’.
  • Umumnya ada Fashl/pemisah antara Fi’il Mudhari dan AN, dengan salah-satu huruf pemisah yg empat sebagaimana telah disebutkan pada Bab INNA dan saudara-saudaranya. Pemisahan ini bertujuan untuk membedakan antara AN mukhaffafah dengan AN Mashdariyah. Contoh:

أيقنت أن سيندم الظالمون

Ayqantu AN SAYANDAMU azh-Zhaalimuun = Aku meyakini bahwa orang-orang yg zalim pasti akan menyesal.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى

Alima AN SAYAKUUNU minkum mardhoo = Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit (QS. Al Muzammil 20)

I’rob :
AN = Mukhaffafah dari ANNA, Isimnya berupa dhamir syaen yg dibuang.
SA = huruf tanfis (huruf istiqbal) sebagai fashl.
YAKUUNU = Fi’il Mudhari’ Marfu’ tanda rofa’nya dengan dhammah, termasuk Fi’il Naqish (tidak tamm) yakni merofa’kan isimnya dan menashabkan khobarnya.
MINKUM = Khobarnya Yakuunu yg muqoddam.
MARDHOO = Isimnya Yakuunu yg muakhkhor.
Jumlah Yakuunu+Isim+khobar = Khobarnya AN Mukhoffafah.

2. AN yg diawali dengan Kalimah yg menunjukkan makna zhann/rujhaan, semisal ZHONNA, KHOOLA, HASIBA dkk. Boleh AN disini disebut AN mukhaffafah dari ANNA yg menetapkan Fi’il Mudhari’ Marfu’ berikut ketiga hukum diatas. Dan yg banyak digunkan dan rojih adalah sebagai AN mashdariyah yg menashobkan Fi’il Mudhari’ demikian ini untuk menetapkan asal Zhann pada batasannya. Sedangkan menetapkan merofa’kan Fi’il Mudhari’ dapat memastikan pada makna Yakin.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

وَحَسِبُوا أَلَّا تَكُونَ فِتْنَةٌ

WAHASIBUU ALLAA (AN LAA) TAKUUNA FITNATUN = Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (QS. Al-Maidah 71).

I’rob :
TAKUUNA =

(1). Qiro’at Abu Amr dan Hamzah berikut Al-Kasaa’i merofa’kan TAKUUNU dg menjadikan AN mukhaffafah dan HASIBUU bermakna Yakin karena AN Takhfif berfungsi Taukid sedang Taukid tidak terjadi kecuali bersamaan dg makna Yakin.

(2). Qiro’at yg empat selain Abu Amr dan Hamzah menashabkan TAKUUNA sebagai Amil Nashab pada Fiil Mudhari’ dan HASIBUU bermakna Zhann/sangkaan. Karena AN yg menashobkan bukanlah sebagai Taukid bahkan sesuatu yg diawali dg AN ini boleh saja akan terjadi ataupun tidak terjadi.

3. AN yg tidak diawali kalimah makna Yakin ataupun makna Zhan, yaitu sebagai kalam yg menunjukkan atas keraguan, harapan, atau keinginan. AN dalam penggunaan seperti ini adalah wajib menashabkan Fi’il Mudori’, contoh :

أرجو أن ينتصر الحق

ARJUU AN YANTISHIRO AL-HAQQ = aku berharap yang benar akan menang.

Contoh Ayat dalam Al-Qur’an:

وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

Walladzii athma’u AN YAGHFIRO lii khothii’atii yaumad-diin = dan Yang amat kuinginkan AKAN MENGAMPUNI kesalahanku pada hari kiamat (QS. Asy-Syuaraa’ 82)

I’rob :
AN = Huruf Mashdariyah Amil Nashab
YAGHFIRO = Fi’il Mudhari’ Manshub oleh AN.

Para Nuhat Menyebut AN MASHDARIYAH untuk membedakan dengan AN Mukhoffafah/Takhfif, AN Mufassiroh/Tafsiriyah dan AN Zaidah.
Pengertian AN Mashdariyah sebagaimana keterangan diatas.

AN Mufassiroh digunakan sebagai penafsiran atau penerangan kalam sebelumnya. AN dalam hal ini bermakan AY Mufassiroh (Artinya/Tafsirannya/Yakni/). Biasanya diawali dengan jumlah yg didalamnya mengandung makna Qaul yg bukan huruf Qaul (bukan dari ejaan lafazh Qoul), contoh dalam Ayat Al-Qur’an:

إِذْ أَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّكَ مَا يُوحَى, أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ

Idz awhaynaa ilaa ummika maa yuuhaa, AN IQDZIFIIHI fit-tabuuti faqdzifiihi fil-yammi = yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, Yaitu: “Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil) (QS, Thohaa 38-39)

I’rob :
IDZ AWHAYNAA = jumlah Qoul yg bukan dari ejaan Qoul.
MAA YUUHAA = bentuk dari Qoul
IQDZIFIIHI FIL-YAMMI = tafsir dari bentuk Qoul, adalah jumlah tafsir yg jatuh setelah AN tafsiriyah di-I’rob sebagai Badal atau Athaf Bayan dari Kalimah yg ditafsiri.

AN Zaidah, yaitu jatuh sesudah lafazh LAMMA yg bermakna HIINUN (ketika/tatkala), contoh Ayat dalam Al-qur’an :

فَلَمَّا أَن جَاء الْبَشِيرُ

Fa lammaa AN jaa’al-basyiiru = Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu (QS. Yusuf 96)

وَلَمَّا أَنْ جَاءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِيءَ بِهِمْ

Wa lammaa AN jaa’at rusulunaa luuthan sii’a bihim = Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka (QS. Al-‘Ankabut 33)

Atau bersambung dengan LAW, contoh :

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

Wa ALLAW (AN+LAW) istaqoomuu ‘alath-thoriiqoti la asqoynaahum maa’an ghadaqoo. = Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). (QS. Al-Jin 16)

AN Zaidah dalam hal ini tetap mempunyai faidah makna yakni sebagai taukid.

Sebagaimana AN yg masuk pada Fi’il Mudhari’, AN juga bisa masuk pada Fi’il Madhi ataupun Fi’il Amar, namun AN disini tidak memberi bekas I’rob pada kedua Fi’il tsb yakni tidak akan menjadi mahal Nashab karenanya, dan juga tidak akan merubah Zamannya.

Contoh AN masuk pada Fi’il Madhi :

لَوْلَا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا

Laulaa AN MANNA allahu ‘alainaa lakhosafa binaa = kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). (QS. Al-Qashash 82)

Contoh AN masuk pada Fi’il Amar :

أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ

AN I’MAL saabighaatin = (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar (QS. Saba’ 11).

I’rab Fi’il Mudhari’ Rofa’ karena kosong dari Amil Nashob dan Amil Jazm » Alfiyah Bait 676

31 Maret 2012 9 komentar
–·•Ο•·–

إعراب الفعل

BAB I’RAB KALIMAH FI’IL

اِرْفَعْ مُضَارِعاً إذَا يُجَرَّدُ ¤ مِنْ نَاصِبٍ وَجَازِمٍ كَتَسْعَدُ

Rofa’kanlah Fi’il Mudhari’ apabila kosong dari amil nashab dan amil jazem, seperti contoh “TAS’ADU” (kamu beruntung). 

–·•Ο•·–

Telah dijelaskan pada pelajaran dahulu, bahwa Fi’il Mudhari’ ada yang Mu’rob dan ada yang Mabni.
Mengenai Mabninya Fi’il Mudhari’ telah selesai pembahasannya pada Bab Mu’rob dan Mabni. Pembahasan selanjutnya mengenai i’rob Fi’il Mudhari’ baik Rofa’, Nashob dan Jazem. Yakni, jika Fi’il Mudhori’ tersebut dimasuki oleh amil nashob maka dinashobkan/Manshub, atau jika dimasuki oleh amil jazem maka dijazemkan/Majzum. Dan apabila tidak ada suatu amil pun yg masuk, maka Fiil Mudhari’ tersebut dirofa’kan/Marfu’.

Contoh Firman Allah dalam Al-Qur’an al-Karim :

يُدَبِّرُ الْأَمْرَ

YUDABBIRUL-AMRO = Dia mengatur urusan (QS. As-Sajdah : 5)

I’rob :
lafazh YUDABBIRU = Fi’il Mudhari’ dirofa’kan/Marfu’ sebab kosong dari Amil Nashob dan Amil Jazem, tanda rofa’nya dengan harkat Dhamma Zhahir pada akhir kalimahnya. dan Faa’ilnya berupa Dhamir Mustatir.
lafazh AL-AMRO = Nashab menjadi Maf’ul Bih.

Tidak disebutkan oleh mushannif pada Bait di atas bahwa syarat Fi’il mudhari yg dirofa’kan harus tidak bersambung dengan Nun Taukid atau Nun Mu’annats, karena juga telah dijelaskan pada bab Mu’rob dan Mabni dalam pembahasan kemabnian Fi’il Mudhari’.

Fi’il Mu’rab dan Fi’il Mabni » Alfiyah Bait 19-20

23 September 2010 11 komentar

وَفِـــعْلُ أَمْـرٍ وَمُضِيٍّ بُنِـيَا ¤ وَأَعْرَبُوا مُضَارِعَاً إنْ عَرِيَا

Fi’il Amar dan Fi’il Madhi, keduanya dihukumi Mabni. Dan mereka Ulama Nahwu sama menghukumi Mu’rab terhadap Fi’il Mudhari’ jika sepi…

مِنْ نُوْنِ تَوْكِيْدٍ مُبَاشِرٍ وَمِنْ ¤ نُوْنِ إنَــاثٍ كَيَرُعْنَ مَنْ فُـــتِنْ

…Dari Nun Taukid yang mubasyaroh (bertemu langsung) dan Nun Jamak Mu’annats, seperti lafadz: Yaru’na Man Futin.

Bait 19-20

Syarah Ibnu Aqil - Alfiyah Bait 19-20

Setelah sebelumnya menerangkan Mu’rob dan Mabni untuk Kalimah Isim, selanjutnya pada dua Bait diatas Mushannif menerangkan Mu’rob dan Mabni untuk Kalimah Fi’il.

Menurut Qaul Madzhab Bashrah, bahwa asal-asal Kalimah Isim adalah Mu’rob sedangkan asal Kalimah Fi’il adalah Mabni. Adapun menurut Qaul Madzhab Kufah, bahwa hukum Mu’rob adalah asal bagi Kalimah Isim pun juga Kalimah Fi’il. Qaul yang pertama adalah Qaul yang lebih shahih. Sedangkan nukilan Dhiyauddin Bin ‘Ilj dalam kitabnya Al-Basith mengatakan: diantara sebagian Ahli Nahwu berpendapat bahwa Mu’rob merupakan asal untuk Kalimah Fi’il, dan cabang untuk Kalimah Isim.

FI’IL MADHI

Mufakat dalam hal kemabniannya

Mabni Fathah apabila tidak bersambung dengan wau jama’ dan dhomir rofa’ mutaharrik, contoh:

Mabni Fathah Dzahiran:

جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ

Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.

Mabni Fathah Taqdiran:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya.

Mabni Dhommah jika bersambung dengan Wau Jama’ contoh:

قَالُوا سُبْحَانَكَ

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau”

Mabni Sukun jika bersambung dengan Dhomir Rofa’ Mutaharrik (yaitu: Ta’ Fa’il, Naa Fa’il, Nun Mu’annats.) contoh:

فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ

apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil).

إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ

sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.

FI’IL AMAR

Ikhtilaf dalam hal kemabniannya, Mabni menurut Ahli Nahwu Bashrah dan Mu’rob menurut Ahli Nahwu Kufah. dan yang lebih Rajih adalah hukum Mabni atas Jazmnya Fi’il Mudhari’.

Mabni Sukun apabila Shahih Akhir dan atau bersambung dengan Nun Jamak Mu’annats. contoh:

قُمْ فَأَنْذِرْ

bangunlah, lalu berilah peringatan!…!

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat…!

Mabni atas membuang Nun, apabila bersambung dengan Alif Tatsniyah atau Wau Jama’ atau Ya’ Muannats Mukhathabah. contoh:

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى

Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas…!

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’…!

يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ

Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’…!

Mabni Membuang Huruf Illat apabila Kalimah Fi’il Amar tsb Mu’tal Akhir. contoh:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik …!

وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ

dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar …!

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah …!

Mabni Fathah apabila bersambung dengan Nun Taukid. contoh:

اتركَنَّ الجدال

Sungguh tinggalkanlah! berbantah-bantahan …!

FI’IL MUDHARI’

Hukum Mu’rob untuk Kalimah Fi’il yaitu Fi’il Mudhari’, dengan syarat tidak bersambung dengan Nun Jamak Mu’annats atau Nun Taukid yang Mubasharoh (bersambung langsung).

Contoh:

اللَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali; kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan >

Apabila bersambung dengan Nun Taukid yang Mubasyaroh (bersambung langsung), baik Nun Taukid tsb Khafifah (ringan, tanpa tasydid) atau Tsaqilah (berat, memakai tasydid) maka Fi’il Mudhari’ tsb dihukumi Mabni Fathah.

Contoh:

كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ

sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah

Apabila bersambung dengan Nun Jamak Muannats, maka Fi’il Mudhari’ tsb dihukumi Mabni Sukun.

Contoh:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’

Apabila Fi’il Mudhori’ tidak bersambung secara langsung dengan Nun Taukid, seperti Fiil Mudhori’ yg bersambung dengan Alif Tatsniyah, artinya diantara Fi’il Mudhari’ dan Nun Taukid ada pemisah yaitu Alif Tatsniyah. Maka tetap dihukumi Mu’rob. tanda I’robnya sebagaimana FI’il Mudhori’ sebelum dimasuki Nun Taukid.

Contoh:

هَلْ تَذْهَبَانَّ

Apakah kamu berdua benar-benar akan pergi ?

Pada contoh ini lafadz تَذْهَبَانَّ asal lafadznya adalah تَذْهَبَانَنَّ berkumpul tiga nun, maka dibuang Nun yang pertama yaitu Nun Rofa’, alasannya berat karena tiga huruf yg sama beriringan.

وَلَا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

dan janganlah sekali-kali kamu berdua mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui

Demikian juga Mu’rob, yaitu Fi’il Mudhori’ yang bersambung dengan Wau Jama’ atau Ya’ Mukhathabah karena ada pemisah antara Fi’il Mudhori’ dan Nun Taukid. contoh:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.”

فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: Jika kamu melihat seorang manusia…

Demikianlah apa yang dimaksud dari perkataan Mushannif dalam Nadzom “…dan mereka Ulama Nahwu sama menghukumi Mu’rob terhadap Fi’il Mudhari’ apabila sepi dari Nun Taukid yang Mubasharah dan Nun Jamak Muannats…”.

Walhasil, dari apa yang tersirat dari Bait Syair Mushannif, bahwa apabila Fi’il Mudhori tidak sepi dari Nun Taukid yang Mubasharah dan Nun Jamak Muannats, maka hukumnya Mabni. Ini merupakan pendapat Madzhab Jumhur Ulama Nahwu.

Menurut Madzhab Imam Akhfasy, bahwa Fi’il Mudhori’ yg bersambung dengan Nun Taukid baik Mubasyaroh atau tidak, tetap dihukumi Mabni. dan sebagian Ulama menukil, bahwa Fi’il Mudhari’ tetap Mu’rab sekalipun bersambung dengan Nun Taukid yg Mubasharah.

Adapun Fi’il Mudhori’ yang tersambung dengan Nun Jamak Mu’annats, hukumnya Mabni tanpa khilaf, ini menurut tukilan Kiyai Mushannif pada sebagian Kitab-Kitabnya. Akan tetapi tidaklah demikian, bahkan Khilaf tetap ada dalam hal ini. sebagaimana pendapat Ulama yang ditukil oleh Ustadz Abul Hasan bin ‘Ashfur dalam Kitabnya Syarah Al-Idhah.

Referensi:

Artikel Terkait: