Arsip

Posts Tagged ‘Jama’ Mudzakkar Salim’

Hukum-hukum Mudhaf pada Ya’ Mutakallim » Alfiyah Bait 420-421-422-423

28 Desember 2011 9 komentar
–·•Ο•·–

الْمُضَافُ إِلَى يَاءِ الْمُتَكَلِّمِ

BAB MUDHAF PADA YA’ MUTAKALLIM

آخِرَ مَا أضِيْفَ لِلْيَا اكْسِرْ إِذَا ¤ لَمْ يَكُ مُعْتَلاً كَرَامٍ وَقَذَا

Berilah harkat kasroh pada akhir kalimah yg mudhof pada Ya’ Mutakallim. Dengan syarat apabila tidak berupa Isim Mu’tal. Contoh Isim Mu’tal seperti “Roomin” (Isim Mu’tal Manqush berakhiran Ya’ asalnya “Roomiyun”) dan contoh “Qodzaa” (Isim Mu’tal Maqshur berakhiran Alif) 

أَوْ يَكُ كَابْنَيْنِ وَزَيْدِيْنَ فَذِي ¤ جَمِيْعُهَا الْيَا بَعْدُ فَتْحُهَا احْتُذِي

Atau berupa Isim yang seperti contoh “Ibnaini” (berupa Isim Tatsniyah) juga seperti contoh “Zaidiina” (berupa Isim Jamak Mudzakkar Salim). Kesemua Isim seperti contoh tersebut ini (yakni: Manqush, Maqshur, Tatsniyah dan Jamak Mudzakkar Salim), maka Ya’ Mutakallim yang jatuh sesudahnya diberi harkat Fathah. 

وَتُدْغَمُ الْيَا فِيْهِ وَالْوَاوُ وَإِنْ ¤ مَا قَبْلَ وَاوٍ ضُمَّ فَاكْسِرْهُ يَهُنْ

Ya’ akhir kalimah diidghomkan pada Ya’ Mutakallim. Dan Wawu akhir kalimah (juga diidghomkan pada Ya’ Mutakallim, yakni setelah Wawu itu diganti Ya’). Jika huruf sebelum Wawu berharkat Dhommah, maka gantilah dengan harkat kasroh demikian menjadi ringan. 

وَأَلِفَاً سَلِّمْ وَفِي الْمَقْصُوْر عَنْ ¤ هُذَيْلٍ انْقِلاَبُهَا يَاءً حَسَنْ

Tetapkan Salim (yakni selamat tanpa ada perubahan) pada Alif akhir kalimah (di dalam Isim Maqshur dan juga Isim Tatsniyah Marfu’). Perubahan Alif kepada Ya’ di dalam Isim Maqshur adalah baik menurut logat Bani Hudzail. 

–·•Ο•·–

Bab ini dikhususkan untuk hukum-hukum Idhafah Isim kepada Ya’ Mutakallim. Merupakan hukum-hukum Idhofah yg dibahas secara tersendiri. Yakni Hukum Idhafah yang bertalian dengan Ya’ Mutakallim dan hukum Huruf akhir pada Isim yang menjadi Mudhaf.

Kaedah yang umum untuk bab ini adalah: wajib kasroh di akhir kalimah yang Mudhaf pada Ya’ Mutakallim untuk menyesuaikan (lil-munasabah) dengan Ya’ yg jatuh sesudahnya. Dan Ya’ Mutakallim diberi Sukun atau diharkati Fathah, dalam mahal Jar menjadi Mudhaf Ilaih.

Termasuk pada hukum yang umum dalam Bab ini adalah apabila Isim yang menjadi Mudhaf berupa:

1. Isim Mufrod Shohih. Semisal lafazh “KITAABUN”. Contoh:

كتابي جديد

KITAABIY JADIIDUN = Kitabku baru.

atau berupa Isim Mufrod yang serupa dengan hukum Shohih. Yakni, Isim yang berakhiran Wawu atau Ya’ dan huruf sebelumnya Sukun, seperti lafazh DALWUN, SHOFWUN, SAQYUN, ZHOBYUN. contoh:

سقيي الماءَ من دلوي فيه ثواب عظيم

SAQYIY AL-MAA’A MIN DALWIY FIIHI TSAWAABUN ‘AZHIIMUN = Pemberianku akan air minum dari timbaku, di dalamnya terdapat pahala yang besar.

2. Jamak Taksir Shohih Akhir. Semisal lafazh “THULLABUN”, “KUTUBUN”. Contoh:

كتبي مرتبة

KUTUBIY MUROTTABATUN = kitab-kitabku tersusun rapi

3. Jama’ Mu’annats Salim. Semisal lafazh “AKHOWAATUN”, “‘AMMAATUN”, “BANAATUN”. Contoh:

أزور عماتي وأَصِلُ أخواتي

AZUURU ‘AMMAATIY WA ASHILU AKHOWAATIY = aku mengunjungi Paman-paman ku dan bersilaturrahmi pada Saudara-saudaraku.

Kaidah I’rob untuk lafazh-lafazh mudhof pada contoh diatas adalah: Untuk lafazh Mudhof yang Marfu’ dikatakan Rofa’ dengan tanda dhommah muqoddar atas huruf sebelum Ya’ Mutakallim. Keterbatasan posisi oleh harkat yang bersesuaian merupakan pencegah dari I’rob Zhahirnya. Dan untuk lafazh Mudhof yang Manshub -selain Jamak Mu’annats Salim- dikatakan Nashob dengan tanda Fathah muqoddar dengan alasan yang sama. Demikian juga untuk Mudhof yang Majrur dikatakan Jar dengan tanda Kasroh Muqoddar dan alasan yg sama. Dan untuk yang Majrur dikatakan juga Jar dengan Kasroh Zhohir demikian untuk alasan kemudahan karena harkat Kasroh nampak dalam lafazhnya. Adapun Kaidah I’rob untuk Ya’ Mutakallim dalam hal ini adalah: Dhamir Muttashil mabni atas Sukun atau Fathah didalam mahal Jar sebab menjadi Mudhaf Ilaih.

¤¤¤

Dibedakan dari Kaidah yang umum yaitu terdapat pada empat masalah. Wajib memberi sukun pada akhir kalimah yang menjadi Mudhof, dan Ya’ Mutakallim menjadi mabni atas Fathah saja sebagai Mudhaf Ilaihnya dalam mahal Jar. Empat masalah tersebut adalah:

1. Isim Maqshur, seperti lafazh “FATAA”, “HUDAA”.

Hukumnya adalah wajib sukun pada akhir kalimah, karena berakhiran Alif. Ya’ Mutakallim wajib diharkati Fathah dikarenakan paling ringannya harkat. Pemberian harkat untuk menghidari bertemunya dua huruf mati. Maka Alif maqshur ditetapkan, kecuali menurut logat Bani Hudzail, dalam hal ini Alif ditukar dengan Ya’.
Contoh:

هدايَ خير طريق لنجاتي

HUDAAYA KHOIRU THORIIQIN LI NAJAATIY = Petunjuk untukku adalah paling benarnya jalan menuju keselamatanku.

Contoh bagi lughoh Bani Hudzail:

هديَ خير طريق لنجاتي

HUDAYYA KHOIRU THORIIQIN LI NAJAATIY = Petunjuk untukku adalah paling benarnya jalan menuju keselamatanku.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

قَالَ هِيَ عَصَايَ

QOOLA HIYA ‘ASHOO-YA = Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku (QS. Thoha :18)

I’rob Lafazh ‘ASHOO-YA :
“ASHOO” = Mudhaf Menjadi Khobar dirofa’kan dengan Dhommah muqaddar atas Alif. Tercegah harkat Zhohirnya karena ta’adzdzur.
“YA” = Dhamir Mutakallim Muttashil mabni Fathah dalam mahal Jar menjadi Mudhaf Ilaih.

Contoh lagi Ayat dalam Al-quran:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

QUL INNA SHOLAATIY WA NUSUKIY WA MAHYAAYA WA MAMAATIY LILLAAHI ROBBIL ‘AALAMIIN = Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An’am: 162).

2. Isim Manqush, seperti lafazh “AL-HAADIY”, “AD-DAA’IY”

Hukumnya adalah wajib sukun pada akhir kalimah, karena berakhiran hurut Ya’ yang di-idghomkan pada Ya’ Mutakallim. Dan Ya’ Mutakalli disini wajib diharkati Fathah.
Contoh:

الشرع هاديّ لطريق الخير

ASY-SYAR’U HAADIY-YA LI THORIIQIL-KHOIR = peraturan hukum (syara’) sebagai penunjukku menuju jalan kebenaran.

I’rob lafazh HAADIY-YA:
“HAADIY” = Mudhof dalam posisi menjadi Khobar, dirofa’kan dengan Dhommah yang dikira-kira (muqoddar) atas Ya’ yang di-idghomkan pada Ya’ Mutakallim. tercegah I’rob zhohirnya karena berat (lits-tsaqli).
“YA” = Ya’ Dhamir Muttashil Mutakallim mabni atas Fathah dalam mahal Jar menjadi Mudhof Ilaihi.

3. Isim Mutsanna/Tatsniyah berikut Mulhaq-mulhaqnya.

Hukumnya adalah wajib sukun pada akhir kalimah. Ya’ Mutakallim wajib diharkati Fathah. Nun dibuang karena Idhofah. Huruf Alif ditetapkan/Salim ketika Rofa, dan diidghomkan ketika Nashob atau Jar seperti pada Isim Manqush.
Contoh:

لن أجازى إلا بما قدمت يداي

LAN UJAZAA ILLAA BIMAA QODDAMAT YADAAYA = aku tidak akan mendapat balasan kecuali dengan apa yang telah diperbuat oleh kedua tanganku.

لا أعتمد في الرزق بعد الله إلا على يديّ

LAA A’TAMIDU FIR-RIZQI BA’DALLAAHI ILLAA ‘ALAA YADAYYA = aku tidak akan menguasai suatu rizki (harta) setelah Allah. kecuali atas hasil perbuatan kedua tanganku.

I’robnya lafazh YADAAYA: “YADAA” = Fail marfu’, tanda rofa’nya Alif. “YA” = Mudhaf Ilaih mabni fathah di dalam mahal Jar. Asalnya adalah “YADAAANI LIY”. NUN dan LAM dibuang karena Idhofah. Untuk contoh kedua YADAYYA: Ya’ akhir kalimah diidghomakan pada Ya’ Mutakallim.

Contoh di dalam Ayat Al-Qur’an:

مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ

MAA MANA’AKA AN TASJUDA LIMAA KHOLAQTU BI YADAYYA = apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. (QS. Shood :75)

I’rob pada lafaz YADAYYA: “YADAY” = Isim Mutsanna Majrur tanda Jarnya Ya’, dan diidghomkan pada Ya’ kedua yakni pada Ya’ Mutakallim yang menjadi Mudhaf Ilaih.

4. Jama’ Mudzakkaar Salim dan Mulhaq-mulhaqnya

Hukumnya adalah wajib sukun pada akhir kalimah. Ya’ Mutakallim wajib diharkati Fathah.

Dalam keadaa Rofa Wawu diganti Ya’ dan di-idghomkan pada Ya’ Mutakallim. Kemudian harkat Dhommah diganti Kasroh untuk menyesuaikan pada Ya’ Mutakallim (lil munasabah). Untuk keadaan Nashob dan Jar, Ya’ diidghamkan pada Ya’ Mutakallim. contoh:

أنتم مشاركيّ في الدعوة إلى الله

ANTUM MUSYAARIKIYYA FID-DA’WATI ILALLAAH = kalian adalah teman-tamanku di dalam dakwah ilallaah.

I’lal lafazh MUSYAARIKIYYA: asalnya MUSYAARIKUUNA LIY, Nun dan Lam dibuang karena Idhafah. Maka menjadi MUSYAARIKUUYA. Kemudian Wawu diganti Ya dan di-idghomkan pada Ya’ Mutakallim. Kemudian harkat Dhummah diganti Kasroh maka menjadi MUSYAARIKIYYA.

Contoh dalam Ayat Al-Qur’an:

وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ

WAMAA ANTUM BI MUSHRIKHIYYA = dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku (QS. Ibrohim : 22)

Jumhur Qiro’ah membaca lafazh MUSHRIKHIYYA dengan Fathah pada Ya’ tasydid. karena asalnya Ya’ jamak yang sukun diidghomkan pada Ya’ Mutakallim yang Fathah, maka harkat Fathah ditetapkan. Sedangkan Qiro’ah Hamzah (sebagian dari Qiro’ah Sab’ah) membaca kasrah pada Ya tasydid menjadi MUSHRIHIYYI demikian termasuk dari salah satu lugot bangsa Arab, dan apabila sebelum wawu berharkat Fathah seperti contoh MUSHTHOFAUNA, maka harkat Fathah tentu ditetapkan menjadi MUSHTHOFAYYA.

Syawahid Syair harakat Nun Jamak Mudzakkar Salim dan Mutsanna » Penjelasan Alfiyah Bait 39-40

2 November 2010 4 komentar

وَنُوْنَ مَجْمُوْعٍ وَمَا بِهِ الْتَحَقْ ¤ فَافْــتَحْ وَقَــلَّ مَنْ بِكَــسْرِهِ نَطَــقْ

Fathah-kanlah…! terhadap Nun-nya Jamak Mudzakkar Salim berikut Isim yang mulhaq kepadanya.  Ada sedikit orang Arab yang berucap dengan meng-kasrahkannya.

وَنُوْنُ مَا ثُنِّيَ وَالْمُلْحَقِ بِهْ ¤ بِعَـــكْسِ ذَاكَ اسْتَعْمَلُوْهُ فَانْتَبِهْ

Adapun Nun-nya Isim yang di-tatsniyah-kan berikut mulhaqnya, mereka (orang Arab) mengamalakannya dengan kebalikan Jamak mudzakkar salim (yakni, Nun Tatsniyah lebih banyak diamalkan dengan harakat kasrah) maka perhatikanlah…!

Huruf Nun (ن) yang ada pada akhir kalimah isim Jama’ Mudzakkar Salim, yang masyhur diucapkan dengan harakat Fathah untuk semua keadaan i’rabnya. Demikian juga di-harakat fathah, untuk Nun yang ada pada isim mulhaq jamak mudzakkar salim. Tidaklah maksud pengharkatan huruf Nun ini sebagai tanda i’rab, melainkan ia di-i’rab dengan huruf.

Ditemukan juga pada sebagian orang Arab (secara Syadz) meng-kasrahkan Huruf Nun setelah Ya’  (yakni, ketika keadaan Nashab dan Jar) pada Jama’ Mudzakkar salim dan Mulhaq-nya.  Sebagaimana termaktub dalam Syawahid Syair :

Syair Bahar Wafir oleh Jarir Bin ‘Athiyyah seorang penyair dari Bani Tamim (28 – 110 H. / 648 – 827 M.)  :

عَرَفْنَا جَعْفَراً وَبَني أبِيهِ ¤ وَأَنْكَرْنَا زَعَانِفَ آخَرِينِ

Kami kenal baik dengan Ja’far  dan putra-putra dari ayahnya (Bani Abi Ja’far) …
dan kami mengingkari terhadap Zi’nifah-zi’nifah (bagian kolompok pengikut) yang lain.

* Lafadz آخَرِيْنِ huruf Nun dikasrahkan bersamaan ia adalah Jamak Mudzakkar Salim. Nashab menjadi sifat bagi isim maf’ul زَعَانِفَ.

Juga Syair bahar Wafir oleh Penyair Suhaim bin Wusail Ar-Riyyahi  (40 SH. – 60 H. / 583 – 680 M.)

أَكُلَّ الدَّهْرِ حِلٌّ وارْتِحَالٌ ¤ أَمَا يُبْقِيْ عَلَيَّ وَلاَ يَقِيْنِي

apakah tetap berlangsung pada setiap masa … berdiam dan pergi ….
tidakkah masa membiarkanku menetap… dan memastikanku…. ???

وَمَاذَا تَبْتَغِي الشُّعَرَاءُ مِنِّي ¤ وَقَدْ جَاوَزْتُ حَدَّ الأَرْبَعِيْنِ

ooo…gerangan apa… mereka para penyair akan memperdayaiku ….
sungguh masa ini telah aku lewati selama kurun masa empat puluh tahun ….

* Lafadz الأَرْبَعِيْنِ huruf Nun dikasrahkan bersamaan ia adalah Isim Mulhaq Jamak Mudzakkar Salim majrur menjadi mudhaf ilaih.

Tidaklah kasrah pada Nun jamak salim dan mulhaqnya tersebut merupakan logat arab, ikhtilaf bagi mereka yang berdalih sepert itu. Adapun Huruf Nun pada Isim Mutsanna dan Mulhaq-mulhaqnya, yang masyhur di-harkati kasrah, sedangkan diharkati Fathah adalah merupakan logat bagi sebagian orang arab.  sebagaimana contoh syawahid syair :

Syair dalam Bahar  Thawil oleh Shahabah Nabi Humaid bin Tsaur Al-Hilaliy ra.  (? – 30 H. / ? – 650 M.)

عَلَى أَحْوَذِيَّيْنَ اسْتَقَلَّتْ عَشِيَّةً ¤ فَمَا هِيَ إِلاَّ لَمْحَةٌ وَتَغِيْبُ

dengan kelincahan kedua sayapnya (si burung Qutthah) terbang melesat pada senja hari…
tidaklah penglihatan ini  melainkan hanya sekilas kemudian ia menghilang…

* Lafadz أَحْوَذِيَّيْنَ huruf Nun difathahkan bersamaan dengan Ya’ tanda jar dari  Isim Mutsanna yang di-jarkan oleh huruf jar.

Bait Alfiyah di atas bukanlah maksud menghukumi jarang penggunaan harkah Kasrah untuk  Nun Jamak Mudzakkar Salim dan Harakat Fathah untuk  Nun Isim Mutsanna. Tetapi  maksudnya (sebagaimana dalam kitab syarah kafiyah as-syafiyah oleh beliau) Harakat Kasrah nun Jama’ Mudzakkar adalah Syadz, sedangkan Harakat Fathah Isim Mutsanna adalah sebagaian Logat. Dalam hal ini terdapat dua Qaul: 1. Fathah untuk Nun Mutsanna ketika bersama dengan Ya’,  atau 2. Fathah untuk Nun Mutsanna yang bersama Alif. Dzahirnya perkataan Mushannif  adalah untuk Qaul yang kedua, yakni Fathah Nun Mutsanna ketika bersama dengan Alif.

Contoh penggunaan Nun yang difathahkan dalam Syawahid Syair dari seseorang:

أَعْرِفُ مِنْهَا الْجِيْدَ وَالْعَيْنَانَا … وَمَنْخِرَيْنِ أَشْبَهَا ظَبْيَانَا

Aku mengenalinya…. lehernya….. kedua matanya…..
dan kedua lubang hidung tempat ingusnya… menyerupai hidung si Dzabyan….

* Lafadz الْعَيْنَانَا huruf Nun difathahkan bersamaan dengan tetapnya Alif bagi sebagian logat Arab pada Isim Mutsanna yg dinashabkan karena athaf pada isim manshub.

Status syair diatas ada yang mengatakan  mashnu’ (bukan dari bangsa arab), tidaklah 100% bisa dijadikan sebagai syahid syair. diceritakan oleh Ibnu Hisyam bahwa kesubhatan status Syair diatas, yaitu terkumpulnya dua logat dalam satu bait, menetapkan Alif lafazh tatsniyah ketika nashab (الْعَيْنَانَا)  dan lafadz lain menggunakan Ya’ pada (مَنْخِرَيْنِ ). sedangkan imam Sibawaihi dalam kitabnya mengatakan bahwa periwayatan syair diatas adalah Tsiqah dapat dipercaya.

Referensi:

  1. شرح ابن عقيل على ألفية ابن مالك
  2. حاشية الخضري على ابن عقيل
  3. تراجم شعراء الموسوعة الشعرية  » Download.rar 306 kB

Definisi&I’rab Isim Mulhaq Jama’ Mudzakkar Salim » Pembahasan kitab alfiya bait 36-37-38

23 Oktober 2010 4 komentar
ilmu nahwu

| Alfiyah Ibn Malik Bait 36-37-38 | Designer: By Ibnu Toha | Font: Deco Type Naskh | Flatform: CorelDraw&Photoshop |

وَشِبْهِ ذَيْنِ وَبِهِ عِشْرُوْنَا ¤ وَبَابُـــهُ أُلْحِــقَ وَالأَهْــــلُوْنَا

….dan yang serupa dengan keduanya ini (“Aamir” dan “Mudznib”, pada bait sebelumnya). Dan lafadz “‘Isyruuna dan babnya”, dimulhaqkan kepadanya (I’rab Jamak Mudzakkar Salim). Juga lafadz “Ahluuna”

أوْلُو وَعَالَمُوْنَ عِلِّيّونَا ¤ وَأَرْضُـــوْنَ شَذَّ وَالْسِّـنُوْنَا

Juga lafadz “Uluu, ‘Aalamuuna, ‘Illiyyuuna dan lafazh Aradhuuna adalah contoh yang syadz (paling jauh dari definisi Jamak Mudzakkar Salim). Juga Lafadz “sinuuna…..

وَبَابُهُ وَمِثْلَ حِيْنٍ قَـدْ يَرِدْ ¤ ذَا الْبَابُ وَهْوَ عِنْدَ قَوْمٍ يَطَّرِدْ

.…dan babnya”. Terkadang Bab ini (bab sinuuna) ditemukan dii’rab semisal lafadz “Hiina” (dii’rab harkat, dengan tetapnya ya’ dan nun) demikian ini ditemukan pada suatu kaum (dari Ahli Nawu atau orang Arab)

Disebutkan pada awal bait diatas kalimat: “dan yang serupa dengan keduanya ini (“Aamir” dan “Mudznib”, pada bait sebelumnya)” yakni, semua Isim Alam dan Isim shifat yang menggenapi syarat sebagai Jama’ Mudzakkar Salim dimana tanda I’rab-nya dengan wau ketika rafa’ dan dengan ya’ ketika nashab dan jar.

Kemudian disebutkan oleh kiyai Mushannif pada Bait kalimat selanjutnya, tentang Isim-isim yang mulhaq/diikutkan kepada I’rab jama’ mudzakkar salim. Adalah Isim yang tidak mencukupi dari syarat ataupun sifat yang wajib dimiliki oleh tiap Isim yang dapat dijadikan jama’ mudzakkar salim.

Dintara Isim-isim Mulhaq Jama’ Mudzakkar Salim tersebut, yang paling masyhur dalam penggunaannya adalah:

  • Kalimah isim yang menunjukkan arti banyak, dan tidak bisa dimufradkan baik secara lafazh atau secara makna: yaitu bab عِشْرُوْنَ (dua puluh) hitungan dari 20, 30, 40 hingga – 90.

contoh Firman Allah:

إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ

Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.

وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam

  • Kalimah isim yang tidak menggenapi sebagian syarat Jama’ Mudzakkar Salim, seperti lafazh أَهْلٌ dijamakkan menjadi أهْلُوْنَ beserta ia bukan Isim Alam pun bukan Isim Sifat. Sebagaimana disebutkan dalam syawahid syi’ir:

وَمَا الْمَالُ وَاْلأَهْلُوْنَ إِلاَّ وَدَائِعٌ … وَلاَ بُدَّ يَوْماً أَنْ تُرَدَّ اْلوَدَائِعُ

Tidaklah harta dan sanak-keluarga melainkan hanyalah titipan, dan pastilah titipan itu suatu hari akan dikembalikan.

Seperti itu juga lafazh عَالَمُوْنَ dari lafazh عَالَمٌ (Alam, sesuatu selain Allah). Dijamakkan seperti Jama’ mudzakkar salim, beserta ia bukan Isim Alam pun bukan Isim Sifat. Contoh firman Allah:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

  • Kalimah isim yang menunjukkan makna Jamak, namun secara lafazh ia tidak bisa dimufradkan. Semisal lafazh أُوْلُوْ. Contoh Firman Allah Swt.

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu.

  • Kalimah mufrad yang di-jamak-kan menjadi isim alam, semisal lafazh عِلِّيُّونَ (kitab catatan amal baik, tempat paling tinggi di Surga, tempat di langit ketujuh dibawah ‘Arsy) dari isim mufrad عِلِّيٌّ (tempat tinggi) akan tetapi ini bukan dari jenis yang berakal. Seperti dalam firman Allah:

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِي عِلِّيِّينَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) dalam ‘Illiyyin.

وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ

Tahukah kamu apakah ‘Illiyyin itu?

  • Kalimah yang dijamakkan dengan merubah bentuk asal mufradnya, termasuk dari golongan jama’ taksir, akan tetapi ia di-mulhaq-kan kepada jama’ mudzakkar salim di-I’rab dengan huruf.

contoh: اَرَضُوْنَ, huruf Ra’ berharkah fathah, dan lafazh mufrad-nya disukunkan اَرْضٌ – perubahan bentuk asal mufrad, termasuk dari mufrad muannats, jenis tidak berakal, bukan isim alam, dan bukan isim sifat.

سِنُوْنَ dan babnya, huruf Sin di-kasrahkan pada jamaknya, dan di-fathahkan pada bentuk mufradnya سَنَةٌ – perubahan bentuk asal mufrad, termasuk dari mufrad muannats, jenis tidak berakal, bukan isim alam, dan bukan isim sifat. Contoh:

قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ

Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”

Adapun maksud daripada bab سِنُوْنَ adalah: setiap isim bangsa tiga huruf (Tsulatsi) yang dibuang Lam Fi’ilnya dan diganti dengan Ta’ muannats marbuthah (ة). Di’irab dengan harakah, bagi orang Arab ia tidak digolongkan pada jamak taksir. Misalnya lafazh; عِضَةٌ “kebohongan” jamaknya lafazh عِضُوْنَ dg meng-kasrah-kan huruf ‘Ain. Proses I’lal: asal mufradnya adalah عِضَوٌ isim bangsa Tsulatsi, dibuang Lam Fi’ilnya yaitu huruf Wau dan diganti dengan Ta’ muannats, maka menjadi عِضَةٌ. Contoh Firman Allah:

الَّذِينَ جَعَلُوا الْقُرْآنَ عِضِينَ

(yaitu) orang-orang (yahudi dan nashrani) yang telah menjadikan Al Quran itu terbagi-bagi (menjadikan kebohongan).

Contoh lain: عِزَةٌ manjadi عِزِيْنَ dan مِائَةٌ menjadi مِئِيْنَ dll.

عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ عِزِينَ

dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok

Lafazh عِزِيْنَ dinashabkan menjadi Haal. Mulhaq pada jama’ mudzakkar salim.

سِنُوْنَ dan bab-babnya yang dii’rab dengan mengikuti irab jama’ mudzakkar salim ini, termasuk sebagian aksen dari bangsa arab. Diantaranya pula ada yang meng-I’rab سِنُوْنَ dan bab-babnya dengan harakah zhahir pada huruf Nun terakhir yang biasanya ditanwinkan beserta tetapnya huruf Ya’ pada semua I’rabnya, tak ubahnya ia di-i’rab semisal lafazh حِيْنٍ. Contoh:

هَذِهِ سِنِيْنٌ مُجْدِبَةٌ

Ini adalah tahun-tahun yang gersang

وَأَقِمْتُ عِنْدَهُ سِنِيْناً

Aku tinggal bersamanya beberapa tahun.

دَرَسْتُ النَّحْوَ خَمْسَ سِنِيْنٍ

Aku mempelajari Ilmu Nahwu selama lima tahun.

Disebutkan pada salah satu Syawahid Sya’ir dalam bahar Thawil:

دَعَانِيَ مِنْ نَجْدٍ فإِنَّ سِنِينَهُ × لَعِبْنَ بِنَا شِيْباً وَشَيِّبْنَنَا مُرْدَا

Tolong kawan…!

Jangan ungkit lagi tentang Kota Najd

Sesungguhnya tahun-tahun di kota itu…

Telah mempermainkanku ketika aku sudah dalam keadaan ber-uban.

Sesungguhnya tahun-tahun di kota itu…

Telah mengubaniku semenjak aku masih dalam keadaan sangat muda.

Lafazh سِنِيْنَهُ pada Syair diatas, menunjukkan nashab dengan harakah Fathah dan bukan dengan Ya’, karena ia tidak membuang huruf Nun pada keadaan ia menjadi mudhaf.

Ada juga logat dan aksen bahasa arab, tetap meng-I’rab semua bentuk jama’ mudzakkar salim dan mulhaq-mulhaqnya, diberlakukan seperti irab isim mufrad (dii’rab harakah pada nun dengan tetapnya ya’) contoh:

جَاءَ مُعَلِّمِيْنٌ. كَلَّمْتُ مُعَلِّمِيْناً. سَلَّمْتُ عَلَى مُعَلِّمِيْنٍ

Para pengajar telah datang. Aku berbicara pada para pengajar. Aku memberi salam pada para pengajar.

Kesimpulan dari penjelasan bait:

Lafazh عِشْرُوْنَ dan saudara-saudaranya di-mulhaq-kan atau diikutkan kepada jamak mudzakkar salim dalam pengamalan I’rabnya. Seperti itu juga lafazh أهْلُوْنَ – عَالَمُوْنَ – أُوْلُوْ dan عِلِّيُّونَ.

Sedangkan untuk Lafazh اَرَضُوْنَ digaris-bawahi oleh Mushannif sebagai syadz dalam hal ke-mulhaq-annya. Seperti itu juga lafazh سِنُوْنَ dan babnya. Karena kedua lafazh ini adalah isim jenis bukan sifat, bukan isim alam, muannats, tidak berakal, tidak salim lafaz mufradnya, sama sekali tidak memiliki empat syarat untuk jamak mudzakkar salim. Oleh karena itu syadz-nya kedua lafazh tsb lebih kuat.

Disebutkan juga dalam bait: lafazh سِنِيْنَ dan babnya, di-I’rab semisal lafazh حِيْنٍ yakni, menetapkan huruf Ya’ dan Nun pada semua I’rabnya dengan dii’rab harkah zhahir atas Nun yang ditanwin pada nakirahnya.

Disebutkan pula dalam bait bahwa: ditemukan pada orang-orang arab yaitu mengi’rab semua lafazh jamak mudzakkar salim dan mulhaq-mulhaqnya semisal irab pada lafazh سِنِيْنَyang diserupakan dengan irab حِيْنٍ. ***

Bentuk jamak & tanda i’rab Jama’ Mudzakkar Salim: isim jamid, isim sifat, wau rafa’, ya’ nashab/jar » Alfiyah Bait 35

21 Oktober 2010 5 komentar

وَارْفَعْ بِوَاوٍ وَبِيَا اجْرُرْ وَانْصِبِ ¤ سَــــــــالِمَ جَمْعِ عَــــــــامِرٍ وَمُذْنِبِ

Rafa’kanlah dengan Wau!, Jar-kan dan Nashabkanlah dengan Ya’! terhadap Jama’ Mudzakkar Salim dari lafadz “‘Aamir” dan “Mudznib”

Telah disebutkan sebelumnya, dua bagian yang dii’rab dengan huruf pengganti I’rab asal yaitu Asmaus-Sittah dan Isim Mutsanna. Kemudian pada Bait ini Mushannif menyebut bagian ketiga tanda I’rab dengan Huruf untuk Jama’ Mudzakkar Salim berikut mulhaq-mulhaqnya yang akan disebut pada bait-bait selanjutnya. Yaitu tanda I’rab dengan Wau ketika Rafa’ dan dengan Ya’ ketika Nashab atau Jar-nya. Contoh:

أَفْلَحَ الآمِرُوْنَ بِالْمَعْروْفِ

Beruntunglah mereka yang memerintah dengan ma’ruf.

شَجِعْتُ الآمِرِيْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ

Aku memberi motifasi kepada pemerintah-pemerintah dengan ma’ruf.

سَلَّمْتُ عَلَى الآمِرِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ

Aku memberi salam untuk mereka yang memerintah kepada yang ma’ruf.

Definisi Jamak Mudzakkar Salim adalah: Isim yang menunjukkan arti lebih dari dua dengan sebab tambahan huruf di akhirnya, dapat di-mufrad-kan dan di-athaf-kan berupa lafazh yang sama. Contoh:

فَرَحَ الْفَائِزُوْنَ

Bergembiralah orang-orang yang sukses.

Maka contoh kalimah isim diatas menunjukkan arti lebih dari dua, sebab huruf zaidah di akhirnya berupa wawu dan nun, dapat dipisah dibentuk mufrad (tunggal) dengan membuang huruf zaidah menjadi فائز berikut di-athaf-kan terdiri dari lafazh yang sama, maka menjadi جاء فائز وفائز آخر.

Maksud perkataan السالم “Salim” adalah selamat atau tidak berubah bentuk mufrad-nya ketika dibuat bentuk Jamak. artinya, tetap langgeng  lafazh mufrad –nya setelah dibuat Jamak, yakni huruf-hurufnya tidak mengalami perubahan,  baik jenisnya,  jumlahnya atau harkah-nya. kecuali karena ada proses I’lal. Misal المصطفى setelah dibuat jamak mudzakkar salim menjadi المصطفاون karena bertemu dua mati yaitu Alif dan Wau jamak, maka Alif dibuang dan menjadi المُصْطَفَوْنَ

Disebutkan pada bait diatas contoh lafazh عامر ومذنب “’Aamir dan Mudznib” menunjukkan bahwa kalimah yang boleh di bentuk jamak dengan Jama’ Mudzakkar Salim ada dua kategori, yaitu Isim Jamid (عامر ) atau Isim Sifat (مذنب) .

Disyaratkan untuk Isim Jamid yang dapat di-bentuk jamak dengan jama’ mudzakkar salim dengan 5 syarat:

1. Harus berupa Isim Alam / kata nama. Contoh: زيد “Zaid”. خالد “Khalid”. Tidak diperkenankan untuk isim jamid yang bukan isim alam contoh: غلام “anak kecil laki”, رجل “pria dewasa” kecuali jika dishighat tashghir/dibentuk mini, maka boleh karena otomatis menjadi Isim Sifat contoh: رجيل “si pria kecil” dapat dibentuk jama’ mudzakkar salim menjadi رجيلون.

2. Harus nama laki-laki, tidak diperkenankan untuk nama perempuan misal: زينب “Zainab” هند “Hindun” سعاد “Su’ad”.

3. Harus nama makhluk ber-akal (yakni dari jenis makhluk yang berakal termasuk bayi dan orang gila). Tidak diperkenankan untuk semisal nama hewan لاحق “Lahiq” nama kuda.

4. Harus kosong dari Ta’ Muannats Zaidah. Tidak diperkenankan untuk contoh: حمزة “Hamzah” طلحة “Thalhah”.

5. Bukan dari Isim Alam hasil Tarkib (berasal dari susunan kata) contoh سيبويه “Sibawaihi”.

Contoh Jama’ Mudzakkar Salim dari Isim Alam yang mencukupi Syarat :

جَاءَ زَيْدُوْنَ. هَنَأتُ زَيْدِيْنَ. مَرَرْتُ بِزَيْدِيْنَ

Zaid-Zaid telah datang. Aku membantu Zaid-Zaid. Aku berjumpa dengan Zaid-Zaid.

Disyaratkan untuk Isim Sifat yang dapat di-bentuk jamak dengan jama’ mudzakkar salim dengan 6 syarat:

1. Harus sifat bagi laki-laki, tidak diperkenankan seperti contoh: حائض “yang Haid” مرضع “yang menyusui”

2. Harus sifat bagi yang berakal, tidak diperkenankan untuk contoh: صاهل “yg meringkik” (sifat kuda)

3. Harus kosong dari ta’ muannats, maka tidak diperkenankan seperti contoh علامة “tanda” قائمة “sangga” صائمة “tenang”.

4. Bukan Isim sifat dengan wazan أفعل yang muannts-nya adalah فعلاء contoh: أحمر “yang merah” أخضر “yang hijau”.

5. Bukan Isim sifat dengan wazan فعلان yang muannts-nya adalah فعلى contoh: سكران “yang mabok”.

6. Bukan dari Isim Sifat yang sama bisa ditujukan untuk laki-laki dan atau perempuan contoh: صبور “yang sabar” جريح “yang terluka”

Contoh Jama’ Mudzakkar Salim dari Isim Sifat yang mencukupi Syarat :

فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.

Kesimpulan penjelasan bait: Rofa’kanlah dengan wau sebagai ganti dari dhammah, Jar-kanlah dengan Ya’ sebagai ganti dari kasrah, dan Nashab-kan juga dengan Ya’ sebagai ganti dari Fathah. Terhadap Jama’ Mudzakkar Salim dari lafazh ‘Aamir (isim Alam) dan Lafazh Mudznib (isim Sifat).

Pengertian Tanda I’rob Isim Mutsanna/Tatsniyah dan Mulhaq-nya » Alfiyah Bait 32-33-34

13 Oktober 2010 6 komentar

بِالأَلِفِ ارْفَع الْمُثَنَّى وَكِلاَ ¤ إذَا بِمُـــضْمَرٍ مُضَــافَاً وُصِلاَ

Rofa’-kanlah! dengan tanda Alif terhadap Isim Mutsanna, juga lafadz Kilaa apabila tersambung langsung dengan Dhamir, dengan menjadi Mudhaf.

كِلْتَا كَذَاكَ اثْنَانِ وَاثْنَتَانِ ¤ كَابْنَــيْنِ وَابْنَتَيْــنِ يَجْــرِيَانِ

Juga (Rofa’ dg tanda Alif) lafadz Kiltaa, begitupun juga lafadz Itsnaani dan Itsnataani sama (I’rob-nya) dengan lafadz Ibnaini dan Ibnataini keduanya contoh yang di jar-kan.

وَتَخْلُفُ الْيَا فِي جَمِيْعِهَا الأَلِفْ ¤ جَــــرًّا وَنَصْـــبَاً بَعْدَ فَتْـــحٍ قَدْ أُلِفْ

Ya’ menggantikan Alif (tanda Rofa’) pada semua lafadz tsb (Mutsanna dan Mulhaq-mulhaqnya) ketika Jar dan Nashab-nya, terletak setelah harakah Fathah yang tetap dipertahankan.

Kitab Hasyiyah Al-Khudhari penjelasan Syarah Ibnu 'Aqil

Telah disebutkan sebelumnya tanda I’rab dengan huruf sebagai pengganti dari I’rab Harakah yaitu pada Asmaus-Sittah. Selanjutnya pada Bait ini, Kiyai Mushannif Ibnu Malik menerangkan tentang I’rab pengganti asal bagian kedua, yaitu untuk tanda I’rob Isim Mutsanna (Kata benda dual) dan Muhaqnya (Isim yang diserupakan Isim Tatsniyah/Mutsanna).

Definisi Isim Tatsniyah/Mutsanna dalam ilmu nahwu dan Sharaf adalah: Satu lafazh kalimah yg menunjukkan dua buah objek, dikarenakan ada penambahan huruf zaidah di akhirnya, dapat dibentuk mufrad/tunggal beserta dapat dipisah dan diathafkan terdiri dari dua lafazh yang sama. Contoh Isim Tatsniyah:

زَيْدَانِ, ضَرْبَانِ, مُسْلِمَانِ

Dua Zaid, dua pukulan, dua orang Muslim.

4 macam kategori lafazh kalimah tidak bisa dikatakan Isim Tatsniyah/Mutsanna:

1. Lafazh menunjukkan dua objek, tapi bukan sebab huruf tambahan. Contoh:

شَفْعٌ

Sepasang

2. Lafazh ada tambahan huruf zaidah semisal Isim Tatsniyah, tapi tidak menunjukkan dua objek. Contoh:

  • Menunjukkan Mufrad/tunggal dari isim sifat:

رَجْلاَنُ، رَحْمَانُ، شَبْعَانُ، جَوْعَانُ، سَكْرانُ، نَدْمَانُ

Pejalan kaki, pengasih, yang kenyang, yang lapar, yang mabuk, tukang minum.

  • Menunjukkan Mufrad/tunggal dari isim alam / nama:

عُثْمَانُ، عَفَّانُ، حَسَانُ

Utsman, ‘Affan, Hasan

  • Menunjukkan Jamak dari jama’ taksir:

صِنْوَانٌ, غِلْمَانٌ, صِرْدَانٌ, رُغْفَانٌ, جُرْذَانٌ

Saudara-saudara sekandung, anak-anak muda, kumpulan burung-burung sejenis, adonan-adonan roti/keju, kumpulan tikus-tikus.

Masing-masing ketiga jenis contoh-contoh kalimah diatas di-I’rab dengan Harkah Zhahir pada Nun shighah bukan Nun maqom tanwin, sedangkan Alifnya adalah Lazim pada semua I’rabnya.

3. Lafazh menunjukkan dua buah tapi tidak dapat dimufrodkan/tunggal. Contoh:

اثْنَانِ

Dua

Tidak bisa dimufrodkan atau tidak bisa membuang huruf zaidah atau tidak bisa dilafalkan اثْنٌ.

4. Lafazh menunjukkan dua buah objek, ada tambahan huruf zaidah, bisa dimufrodkan/tunggal, bisa dipisah berikut diathafkan tapi bukan terdiri dari dua lafazh yang sama. Contoh sebagaimana orang arab mengatakan:

القَمَرَيْنِ

Dua planet yg menyinari bumi

Karena setelah dipisah dan di-athafkan menjadi الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ

اَبَوَيْنِ

Dua orang tua.

Karena setelah dipisah dan di-athafkan menjadi الأَبُ والأُمُّ

Tanda I’rob Isim Mutsanna/Tatsniyah

Tanda I’rob untuk Isim Mutsanna adalah Rofa’ dengan huruf Alif sebagai ganti dari I’rob asal harakah Dhammah, Nashab dengan Huruf Ya’ sebagai ganti dari Fathah juga Jar dengan huruf Ya’ sebagai ganti dari Kasroh. Contoh:

قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا

Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya.

فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلاَنِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ

didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir’aun).

قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا

Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur).

Demikianlah I’rob Isim Tatsniyah menurut sebagian besar logat orang Arab. Dan sebagian lain (logat bani Kinanah, Bani Harits bin Ka’ab, bani ‘Ambar, bani Bakar bin Wa’il, bani Zubaid, bani Kats’am, bani Hamdan, bani ‘Udzrah) mengamalkan Isim Mutsanna dan Mulhaqnya dengan tanda Alif secara muthlaq; baik rofa’, nashab dan jarnya. contoh:

جَاءَ الزَّيْدَانِ كِلاَهُمَا– رَأَيْتُ الزَّيْدَانِ كِلاَهُمَا– مَرَرْتُ بِالزَّيْدَانِ كِلاَهُمَا

Dua Zaid telah datang kedua-duanya – Aku melihat dua Zaid kedua-duanya – Aku bertemu dengan dua Zaid kedua-duanya.

Demikian juga sebagian Qiraah membaca Inna ditasydid pada Ayat:

قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ

Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir…”

Nabi bersabda:

لاَ وِترَانِ فِي لَيْلَةٍ

Tidaklah dua Witir dalam satu malam.

Tanda I’rob Muhaq kepada Isim Mutsanna/Tatsniyah

Termasuk juga untuk I’rob Isim yang diserupakan atau di-mulhaq-kan dengan Isim Mutsanna atau dikenal dengan sebutan Mulhaq Mutsanna, yaitu setiap isim/kata benda yang kurang mencukupi syarat definisi Isim Mutsanna. Di antara isim-isim mulhaq tsb. Sebagaimana disebutkan dalam bait adalah:

Kilaa dan kiltaa (كِلاَ وكِلْتَا), dengan prosedur sbb:

1. Diberlakukan seperti I’rab Isim Mutsanna, apabila Mudhaf pada Isim Dhamir. Contoh:

جَاءَنِيْ كِلاَهُمَا وَرَأَيْتُ كِلَيْهِمَا وََمَرَرْتُ بِكِلَيْهِمَا

Keduanya (male) mendatangiku, Aku melihat keduanya, Aku bertemu dengan keduanya

وَجَاءَتْنِيْ كِلْتَاهُمَا وَرَأَيْتُ كِلْتَيْهِِمَا وَمَرَرْتُ بِكِلْتَيْهِمَا

Keduanya (female) mendatangiku, Aku melihat keduanya, Aku bertemu dengan keduanya

العِلْمُ وَالعَمَلُ كِلاَهُمَا مَطْلُوْبٌ

Ilmu dan Amal, kedua-duanya dituntut.

إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ

Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”

2. Diberlakukan seperti I’rab Isim Maqshur (tetap menggunakan Alif, pada Rafa’/Nashab/Jar). Apabila Mudhaf pada Isim Zhahir. Contoh:

جَائَنِيْ كِلاَ الرَّجُلَيْنِ وَكِلْتَا الْمَرْأَتَيْنِ وَرَأَيْتُ كِلاَ الرَّجُلَيْنِ وَكِلْتَا الْمَرْأَتَيْنِ وَمَرَرْتُ بِكِلاَ الرَّجُلَيْنِ وَكِلْتَا الْمَرْأَتَيْنِ

Datang kepadaku kedua pria dan kedua wanita itu. Aku melihat kedua pria dan kedua wanita itu. Aku berjumpa dengan kedua pria dan kedua wanita itu.

كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا

Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya

Itsnaani dan Itsnataaani (اثْنَانِ واثْنَتَانِ), dengan prosedur sbb:

Diberlakukan Hukum I’rab seperti Isim Mutsanna tanpa syarat, sebagaimana contoh Isim Mutsanna/Tatsniyah lafazh Ibnaani dan Ibnataani (ابْنَانِ وابْنَتَانِ). Contoh:

حَضَرَ مِنَ الضُّيُوْفِ اثْنَانِ

Telah hadir dua orang dari tamu-tamu itu.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu…

Kesimpulan penjelasan Bait: Isim Mutsanna/Tatsniyah di rofa’-kan dengan Alif, demikian juga Kilaa dan Kiltaa dengan syarat mudhaf dan mudhaf ilaih-nya harus isim dhamir. Sedangkan itsnaani dan itsnataani diberlakukan seperi Isim Mutsanna sebagaimana Ibnaani dan ibnataani. Adapun ketika dalam keadaan Nashab atau Jar, maka tanda irob-nya adalah Ya’ menempati tempatnya Alif ketika Rofa’. Semua tanda irab Isim Mutsanna dan mulhaq-nya jatuh sesudah harakah Fathah, karena fathah ini biasa berlaku untuk alif Tatsniyah. Maka tetap dipertahankan ketika bersama dengan Ya’.