Arsip

Posts Tagged ‘I’rob’

Syarat Dzu (ذو) & Famun (فم) yang tergolong pada Asmaus-Sittah » Alfiyah Bait 28

5 Oktober 2010 6 komentar

مِنْ ذَاكَ ذُو إِنْ صُحْبَةً أَبَانَا ¤ وَالْفَــــــمُ حَيْثُ الْمِيْمُ مِنْهُ بَانَا

Diantara Isim-Isim itu (Asmaus Sittah) adalah Dzu jika difahami bermakna Shahib (yg memiliki), dan Famu sekiranya Huruf mim dihilangkan darinya.

Syarah Alfiyah, Audhahul Masalik - Ibnu Hisyam

Termasuk pada Asmaus-Sittah atau Isim-isim yang tanda rafa’nya dengan wawu (و), tanda nashabnya dengan alif (ا) dan tanda jar-nya dengan ya’ (ي),  yaitu Dzu (ذو) dan Famun (فم).

Persyaratan lafazh Dzu (ذو) yang tergolong pada Asmaus-Sittah adalah Dzu (ذو) yg difahami makna Shahib/الصاحب (Si empunya/pemilik). Contoh:

جَائَنِيْ ذُوْ مَالٍ

Si Hartawan datang kepadaku.

وَاللهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ

Dan Allah mempunyai karunia yang besar

Itulah maksud dalam Bait Syair diatas “adalah Dzu jika difahami bermakna Shahib” untuk membedakan dengan Dzu (ذو) Isim Maushul (sering digunakan oleh kaum Thayyi’) karena Dzu (ذو) Isim Maushul ini, tidak mempunyai makna si pemilik, tapi ia memiliki makna seperti الذي . hukum Dzu Isim Maushul ini Mabni. Artinya tetap dalam satu bentuk ذو baik keadaan rafa’, nashab dan jar-nya. Contoh:

جَاءَنِيْ ذُوْ قَامَ , رَأيْتُ ذُو قَامَ , مَرَرْتُ بِذُو قَامَ

Dia yang berdiri mendatangiku, Aku melihat dia yang berdiri, Aku bertemu dengan dia yang berdiri.

Sebagaimana contoh dalam syair arab

فَإِمَّـا كِرَامٌ مُوسِرُونَ لَقِيتُـهُمْ ¤ فَحَسْبِيَ مِنْ ذُو عِنْدَهُمْ مَا كَفَانِيَا

Adapun mereka yang mulia lagi mudah hidupnya (kaya), bilamana aku menemuinya, maka cukuplah bagiku kemurahan yang ada padanya itu dalam melayaniku (sebagai tamu) .

Demikian juga disyaratkan pada lafazh Famun (فم) dalam I’rob Asmaus-Sittah yaitu Huruf mim harus dihilangkan daripadanya. Contoh:

هَذَا فُوْهُ, رَأيْتُ فَاهُ, نَظَرْتُ إلىَ فِيْهِ

Ini mulutnya, aku lihat mulutnya, aku memandang kepada mulutnya.

Apabilah Huruf Mimnya tidak dihilangkan daripadanya maka di-I’rob dengan Harkah. Contoh:

هَذَا فَمٌ, رَأيْتُ فَمًا, نَظَرْتُ إلىَ فَمٍ

Ini mulut, aku lihat mulut, aku memandang kepada mulut.

Tanda I’rab Pengganti: Rafa’ dg Wau, Nashab dg Alif, Jar dg Ya’. Berlaku pada Asmaus-Sittah

3 Oktober 2010 5 komentar

وَارْفَعْ بِــوَاوٍ وَانْصِبَنَّ بِالأَلِفْ ¤ وَاجْرُرْ بِيَاءٍ مَا مِنَ الأَسْمَا أَصِفْ

Rofa’kanlah dengan Wau, Nashabkanlah dengan Alif, dan Jarrkanlah dengan Ya’, untuk Isim-Isim yang akan aku sifati sebagai berikut (Asmaus Sittah):…

Bait Alfiyah ke 27 ini, menerangkan tentang I’rab Pengganti bagian pertama, sebagai pengganti dari Irab asal. Yaitu kalimah yang dii’rab dengan Huruf (wau-alif-ya’) pengganti dari i’rab harkah (dhammah-fathah-kasrah) demikianlah yang masyhur di kalangan Ahli Nahwu. Namun yang benar menurut mereka adalah bahwa status kalimah tsb, tetap dii’rob dengan Harkah secara taqdiran/dikira-kira artinya: Rofa’ dengan Dhommah yang dikira-kirakan atas Wau, Nashab dengan Fathah yang dikira-kirakan atas Alif dan Jar dengan Kasrah yang dikira-kirakan atas Ya’. Merupakan I’rab yang berlaku pada Asmaaus-Sittah/الأسماء الستة (Kalimah Isim/kata benda yang enam) yaitu: أبٌ، أخٌ، حمٌ، فمٌ، هنٌ، ذُو .

Maka kalimah-kalimah ini dirafa’kan dengan Wau sebagai pengganti dari Dhammah. Contoh:

وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.

Dinashabkan dengan Alif pengganti dari Fathah. Contoh:

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya

Dijarkan dengan Ya’ pengganti dari Kasrah. Contoh:

ارْجِعُوا إِلَى أَبِيكُمْ

Kembalilah kepada ayahmu

4 Tanda Asal I’rab: Dhammah, Fathah, Kasrah dan Sukun » Alfiyah Bait 25-26

3 Oktober 2010 20 komentar

فَارْفَعْ بِضَمَ وَانْصِبَنْ فَتْحَاً وَجُرْ ¤ كَسْــــــرَاً كَــذِكْرُ اللَّهِ عَبْــدَهُ يَسُـرْ

Rofa’kanlah olehmu dengan tanda Dhommah, Nashabkanlah! Dengan tanda Fathah, Jarrkanlah! Dengan tanda Kasrah. Seperti lafadz Dzikrullahi ‘Abdahu Yasur.

وَاجْزِمْ بِتَسْكِيْنٍ وَغَيْرُ مَا ذُكِرْ ¤ يَنُــوْبُ نَحْوُ جَا أَخْــو بَنِي نَمِــرْ

Dan Jazmkanlah! Dengan tanda Sukun. Selain tanda-tanda yang telah disebut, merupakan penggantinya. Seperti lafadz: Jaa Akhu Bani Namir


Bait ini menerangkan bahwa asal-asal I’rab ditandai dengan Harkah dan Sukun. Maka asal tanda Rafa’ adalah Dhammah (َ), tanda asal Nashab adalah Fathah (َ), tanda asal Jar adalah Kasrah (ِ) dan tanda asal Jazm adalah Sukun (ْ). Dengan demikian apabila ada kalimah yang tidak kebagian tanda i’rob asal (Harkah atau Sukun), maka bagiannya adalah tanda i’rab Pengganti Asal (Bisa juga Harkah, Huruf atau membuang Huruf).

Contoh Tanda I’rab asal, sebagaimana tertulis pada Bait di atas:

ذِكْرُ اللهِ عَبْدَهُ يَسُرّ

Lafadz ذِكْرُ Rofa’ dengan Dhommah, lafazh اللهِ Jar dengan Kasroh dan lafazh عَبْدَ Nashob dengan Fathah.

Tanda I’rab pengganti adalah sbb:

  • Menggantikan Dhammah tanda asal Rafa’ yaitu: Wau, Alif dan Nun (و, ا, ن)
  • Menggantikan Fathah tanda asal Nashab yaitu: Alif, Ya’, Kasrah, dan membuang Nun (ا, ي, ِ, حذف النون)
  • Menggantikan Kasrah tanda asal Jar yaitu: Ya’ dan Fathah (ي, َ)
  • Menggantikan Sukun tanda asal Jazm yaitu: membuang huruf.

Dengan demikian I’rob Rofa’ mempunyai empat tanda, I’rob Nashob mempunyai lima tanda, I’rob Jar mempunyai tiga tanda dan I’rob Jazm mempunyai dua tanda. Jadi keseluruhan tanda i’rob adalah 14 tanda, 4 tanda asal dan 10 tanda pengganti asal.

Contoh Tanda I’rab pengganti, sebagaimana tertulis pada Bait di atas:

جَا أَخُو بَنِى نَمِرْ

Lafazh أَخُو Rofa’ dengan Wau pengganti Dhommah dan Lafazh بَنِى Jar dengan Ya’ pengganti Kasroh.

Macam-macam I’rab/I’rob dalam Tata Bahasa Arab » Alfiyah Bait 23-24

1 Oktober 2010 8 komentar

وَالْرَّفْعَ وَالْنَّصْبَ اجْعَلَنْ إعْرَابَا ¤ لاسْــمٍ وَفِــعْــلٍ نَحْـوُ لَنْ أَهَـــــابَا

Jadikanlah Rofa’ dan Nashab sebagai I’rab (sama bisa) untuk Isim dan Fi’il, seperti lafadz Lan Ahaba.

وَالاسْمُ قَدْ خُصِّصَ بِالْجَرِّ كَمَا ¤ قَــدْ خُصِّصَ الْفِعْـلُ بِأَنْ يَنْـجَزِمَا

Kalimah Isim dikhususi dengan I’rab Jarr, sebagaimana juga Fi’il dikhususi dengan dii’rab Jazm.

Pengertian I’rab / I’rob (الإعراب) dalam Ilmu Nahwu adalah: Bekas secara Zhahiran atau Taqdiran yang terdapat pada akhir Kalimah disebabkan oleh pengamalan Amil. Contoh:

جَاءَ زَيْدٌ – رَأَيْتُ زَيْدًا – مَرَرْتُ بِزَيْدٍ

جَاءَ الْفَتَى – رَأَيْتُ الْفَتَى – مَرَرْتُ بِالْفَتَى

I’rob Zhahir/terang : adalah bekas akhir kalimah, tidak ada penghalang yang mencegah dalam mengucapkannya. Contoh: زَيْدٌ – زَيْدًا – زَيْدٍ pada contoh susunan kalimat diatas.

I’rab Taqdir/kira-kira : Adalah bekas akhir kalimah, terdapat penghalang yang mencegah dalam melafalkannya. Baik penghalang tersebut karena Udzur semisal جَاءَ الْفَتَى, atau karena berat semisal جَاءَ الْقَاضِيْ, atau karena demi kesesuaian semisal جَاءَ اَبِيْ.

Macam-macam I’rab ada empat:

  1. Raf’a / Rofa’ (الرفع) masuk kepada Kalimah Isim dan Kalimah Fi’il (الاسم و الفعل)
  2. Nashb / Nashob (النصب) masuk kepada Kalimah Isim dan Kalimah Fi’il (الاسم و الفعل)
  3. Jarr / jar (الجر) masuk kepada Kalimah Isim (الاسم)
  4. Jazm / Jazem (الجزم) masuk kepada Kalimah Fi’il (الفعل)

Fi’il Mu’rab dan Fi’il Mabni » Alfiyah Bait 19-20

23 September 2010 11 komentar

وَفِـــعْلُ أَمْـرٍ وَمُضِيٍّ بُنِـيَا ¤ وَأَعْرَبُوا مُضَارِعَاً إنْ عَرِيَا

Fi’il Amar dan Fi’il Madhi, keduanya dihukumi Mabni. Dan mereka Ulama Nahwu sama menghukumi Mu’rab terhadap Fi’il Mudhari’ jika sepi…

مِنْ نُوْنِ تَوْكِيْدٍ مُبَاشِرٍ وَمِنْ ¤ نُوْنِ إنَــاثٍ كَيَرُعْنَ مَنْ فُـــتِنْ

…Dari Nun Taukid yang mubasyaroh (bertemu langsung) dan Nun Jamak Mu’annats, seperti lafadz: Yaru’na Man Futin.

Bait 19-20

Syarah Ibnu Aqil - Alfiyah Bait 19-20

Setelah sebelumnya menerangkan Mu’rob dan Mabni untuk Kalimah Isim, selanjutnya pada dua Bait diatas Mushannif menerangkan Mu’rob dan Mabni untuk Kalimah Fi’il.

Menurut Qaul Madzhab Bashrah, bahwa asal-asal Kalimah Isim adalah Mu’rob sedangkan asal Kalimah Fi’il adalah Mabni. Adapun menurut Qaul Madzhab Kufah, bahwa hukum Mu’rob adalah asal bagi Kalimah Isim pun juga Kalimah Fi’il. Qaul yang pertama adalah Qaul yang lebih shahih. Sedangkan nukilan Dhiyauddin Bin ‘Ilj dalam kitabnya Al-Basith mengatakan: diantara sebagian Ahli Nahwu berpendapat bahwa Mu’rob merupakan asal untuk Kalimah Fi’il, dan cabang untuk Kalimah Isim.

FI’IL MADHI

Mufakat dalam hal kemabniannya

Mabni Fathah apabila tidak bersambung dengan wau jama’ dan dhomir rofa’ mutaharrik, contoh:

Mabni Fathah Dzahiran:

جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ

Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.

Mabni Fathah Taqdiran:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya.

Mabni Dhommah jika bersambung dengan Wau Jama’ contoh:

قَالُوا سُبْحَانَكَ

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau”

Mabni Sukun jika bersambung dengan Dhomir Rofa’ Mutaharrik (yaitu: Ta’ Fa’il, Naa Fa’il, Nun Mu’annats.) contoh:

فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ

apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil).

إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ

sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.

FI’IL AMAR

Ikhtilaf dalam hal kemabniannya, Mabni menurut Ahli Nahwu Bashrah dan Mu’rob menurut Ahli Nahwu Kufah. dan yang lebih Rajih adalah hukum Mabni atas Jazmnya Fi’il Mudhari’.

Mabni Sukun apabila Shahih Akhir dan atau bersambung dengan Nun Jamak Mu’annats. contoh:

قُمْ فَأَنْذِرْ

bangunlah, lalu berilah peringatan!…!

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat…!

Mabni atas membuang Nun, apabila bersambung dengan Alif Tatsniyah atau Wau Jama’ atau Ya’ Muannats Mukhathabah. contoh:

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى

Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas…!

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’…!

يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ

Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’…!

Mabni Membuang Huruf Illat apabila Kalimah Fi’il Amar tsb Mu’tal Akhir. contoh:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik …!

وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ

dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar …!

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah …!

Mabni Fathah apabila bersambung dengan Nun Taukid. contoh:

اتركَنَّ الجدال

Sungguh tinggalkanlah! berbantah-bantahan …!

FI’IL MUDHARI’

Hukum Mu’rob untuk Kalimah Fi’il yaitu Fi’il Mudhari’, dengan syarat tidak bersambung dengan Nun Jamak Mu’annats atau Nun Taukid yang Mubasharoh (bersambung langsung).

Contoh:

اللَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali; kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan >

Apabila bersambung dengan Nun Taukid yang Mubasyaroh (bersambung langsung), baik Nun Taukid tsb Khafifah (ringan, tanpa tasydid) atau Tsaqilah (berat, memakai tasydid) maka Fi’il Mudhari’ tsb dihukumi Mabni Fathah.

Contoh:

كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ

sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah

Apabila bersambung dengan Nun Jamak Muannats, maka Fi’il Mudhari’ tsb dihukumi Mabni Sukun.

Contoh:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’

Apabila Fi’il Mudhori’ tidak bersambung secara langsung dengan Nun Taukid, seperti Fiil Mudhori’ yg bersambung dengan Alif Tatsniyah, artinya diantara Fi’il Mudhari’ dan Nun Taukid ada pemisah yaitu Alif Tatsniyah. Maka tetap dihukumi Mu’rob. tanda I’robnya sebagaimana FI’il Mudhori’ sebelum dimasuki Nun Taukid.

Contoh:

هَلْ تَذْهَبَانَّ

Apakah kamu berdua benar-benar akan pergi ?

Pada contoh ini lafadz تَذْهَبَانَّ asal lafadznya adalah تَذْهَبَانَنَّ berkumpul tiga nun, maka dibuang Nun yang pertama yaitu Nun Rofa’, alasannya berat karena tiga huruf yg sama beriringan.

وَلَا تَتَّبِعَانِّ سَبِيلَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

dan janganlah sekali-kali kamu berdua mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui

Demikian juga Mu’rob, yaitu Fi’il Mudhori’ yang bersambung dengan Wau Jama’ atau Ya’ Mukhathabah karena ada pemisah antara Fi’il Mudhori’ dan Nun Taukid. contoh:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.”

فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: Jika kamu melihat seorang manusia…

Demikianlah apa yang dimaksud dari perkataan Mushannif dalam Nadzom “…dan mereka Ulama Nahwu sama menghukumi Mu’rob terhadap Fi’il Mudhari’ apabila sepi dari Nun Taukid yang Mubasharah dan Nun Jamak Muannats…”.

Walhasil, dari apa yang tersirat dari Bait Syair Mushannif, bahwa apabila Fi’il Mudhori tidak sepi dari Nun Taukid yang Mubasharah dan Nun Jamak Muannats, maka hukumnya Mabni. Ini merupakan pendapat Madzhab Jumhur Ulama Nahwu.

Menurut Madzhab Imam Akhfasy, bahwa Fi’il Mudhori’ yg bersambung dengan Nun Taukid baik Mubasyaroh atau tidak, tetap dihukumi Mabni. dan sebagian Ulama menukil, bahwa Fi’il Mudhari’ tetap Mu’rab sekalipun bersambung dengan Nun Taukid yg Mubasharah.

Adapun Fi’il Mudhori’ yang tersambung dengan Nun Jamak Mu’annats, hukumnya Mabni tanpa khilaf, ini menurut tukilan Kiyai Mushannif pada sebagian Kitab-Kitabnya. Akan tetapi tidaklah demikian, bahkan Khilaf tetap ada dalam hal ini. sebagaimana pendapat Ulama yang ditukil oleh Ustadz Abul Hasan bin ‘Ashfur dalam Kitabnya Syarah Al-Idhah.

Referensi:

Artikel Terkait: