Kaidah I’lal ke 8 » Wau setelah harkah kasrah diganti Ya’
إذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَعْدَ كَسْرَة فِيْ اسْمٍ أوْ فِعْلٍ أُبْدِلَتْ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَ غَازٍ أَصْلُهُ غَازِوٌ
Bilmana ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah Isim atau Kalimah Fi’il, maka Wau tersebut harus diganti Ya’. Contoh: يُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ dan غَازٍ asalnya غَازِوٌ
Praktek I’lal:
يُزَكِّيْ
يُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ ikut wazan يُفَعِّلُ , wau diganti Ya’ karena jatuh sesudah harkah kasrah, maka menjadi يُزَكِّيْ
غَازِ
غَازِ asalnya غَازِوٌ (praktek I’lalnya telah disebut pada Kaidah I’lal ke 5)
penjelasannya kurang detail, mungkin bisa ditambah alasan2x juga contoh2 kalimat lain, bentuk2 yang bisa di ikutkan pada setiap kaidahnya…saya tunggu
dalam kata ghoza huruf yaknya kok tidak ada ?
karna sebab apa kok huruf yaknya dibuang…?
Ghoozin asalnya ghooziwun, wawu di ganti ya’ karena jatuh setelah harokat kasroh, maka menjadi GHOOZIYUN, kemudian ya’ di sukun karena ya’ berat menyandang harokat dhomah, maka menjadi GHOOZII-N. Num nya itu nun tanwin, kemudian ya’ di buang karena ada dua huruf mati yaitu huruf ya’ dan huruf nun tanwin, maka menjadi GHOOZI-N, nun nya itu nun tanwin, penulisannya dikuadratkan, kemudian tanwin di pindahkan ke huruf za’ maka menjadi GHOOZIN.
Huruf ya’ nya itu pada kata GHOOZIYUN yang asalnya GHOOZIWUN.
Kalau lafadznya Liwaun prakteknha bagaimana?